Jakarta (ANTARA) -
Sejumlah anggota Komisi X DPR RI meminta Kemendikbudristek berkoordinasi dengan Kementerian PUPR agar melakukan audit terkait implementasi program pembangunan sarana prasarana (sarpras) pendidikan yang disalurkan melalui program DAK fisik.
 
Salah satu anggota Komisi X DPR Muhammad Nur Purnamasidi mengatakan salah satu sumber keributan PPDB zonasi ialah ketimpangan sarpras sekolah.

Ia mengaku menemukan data administrasi infrastruktur sekolah yang dicantumkan di portal Krishna Bappenas tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
 
“Data yang dimasukkan melalui Krishna dengan fakta yang sesungguhnya ini kayaknya berbeda sehingga ini yang dieksekusi itu yang masih bagus gitu, yang rusak-rusak ini tidak pernah terjangkau. Jadinya manipulasi administrasi di dalamnya sering terjadi, gara-gara ada ketimpangan sarpras. Mungkin itu perlu diambil tindakan agar ada fasilitasi perbandingan data,” katanya dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbudristek RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis.
 
Hasil wawancaranya dengan beberapa sekolah juga menemukan tidak sedikit sekolah dapat selalu mengalami perbaikan bila dekat dengan dinas terkait sehingga para sekolah yang tidak memiliki kedekatan dengan anggota dinas tidak pernah mendapat perbaikan bahkan hingga 20 tahun.
 
Pendapat senada juga disampaikan oleh anggota Komisi X DPR Anita Jacoba, yang menemukan banyak sekolah negeri dalam kondisi tidak layak untuk proses belajar mengajar, mulai dari lahan sekolah yang sempit, kurang bangku dan meja hingga bangunan yang nyaris roboh.
 
Tidak hanya itu, ia juga menemukan ada pembangunan sekolah melalui program Merah Putih yang mangkrak dan terbengkalai hingga plafon bangunan runtuh karena pembangunan yang tidak kunjung dilanjutkan akibat dana yang tidak mengalir sampai ke daerah hingga kontraktor tidak menyerahkan kunci kepada kepala sekolah karena belum selesai.
 
“Ada sekolah-sekolah yang namanya Sekolah Merah Putih anggarannya Rp1,8 triliun satu sekolah. Tapi lihat pembangunannya, terbengkalai, ambruk plafonnya. Anak-anak tidak berani lagi masuk. Sekolah Merah Putih yang anggarannya besar itu, saat ini banyak yang terbengkalai. Akibatnya, kontraktor tidak menyerahkan kunci kepada kepala sekolah karena belum selesai,” jelas Anita.
 
Adapun masukan serupa disampaikan oleh anggota Komisi X DPR RI Fahmi Alaydrus yang juga menemukan kondisi serupa terkait banyaknya sekolah-sekolah negeri, khususnya di tingkat SD yang tidak layak untuk beroperasi dan perlu mendapat perbaikan sesegera mungkin.
 
“Ini siapa yang bertanggung jawab? Dana mengucur puluhan miliar setiap tahun, tetapi nggak terasa gitu. Maka audit pembangunan itu menjadi sangat penting. Apakah ini PUPR? Atau Kementerian Pendidikan gitu. Nah ini menurut saya persoalan yang serius karena dampaknya adalah mutu pendidikan kita,” tegas Fahmi.

Baca juga: Kemendikbud usulkan tambahan anggaran 2025 untuk program prioritas

Baca juga: Wapres: Pendidikan salah satu investasi terbesar untuk kemajuan bangsa

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024