Apabila perundungan atau kekerasan yang dialami sudah mengancam jiwa, maka korban atau pihak yang menyaksikan tidak boleh hanya menunggu dan harus segera bergerak melaporkan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meminta korban perundungan dan kekerasan berani melapor ke kanal-kanal yang sudah disediakan seperti Sapa 129 atau Whatsapp layanan KemenPPPA di 08111-129-129.
“Ketika mengalami perundungan atau kekerasan, harus segera dare to speak up (berani melapor). Jika Anda perempuan, atau siapapun yang merasa peduli dengan perempuan itu ketika melihat, mendengar, atau mengalami ya harus segera bisa melapor, jadi dia harus mulai paham sebenarnya (perundungan atau kekerasan) itu sudah sampai tahap apa,” kata Perencana Ahli Muda pada Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Armi Susilowati saat ditemui di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Kemarin, penanganan anak terlibat demo hingga perundungan PPDS
Armi menegaskan, apabila perundungan atau kekerasan yang dialami sudah mengancam jiwa, maka korban atau pihak yang menyaksikan tidak boleh hanya menunggu dan harus segera bergerak melaporkan.
“Call center Sapa 129 dan layanan WhatsApp itu selalu kita sampaikan di berbagai kesempatan, jadi untuk masyarakat itu harus tahu, karena kita semua pasti punya potensi mengalami kekerasan, kan, dan kita enggak tahu apakah akan terbebas dari hal tersebut, jadi itu sebagai bagian dari mitigasi, kita harus tahu kanal-kanal mana saja, yang harus kita akses untuk melaporkan berbagai kegiatan,” ucapnya.
Ia menekankan, baik laki-laki maupun perempuan harus memahami bentuk-bentuk kekerasan mulai dari kekerasan fisik, psikis, maupun ekonomi.
“Bentuk-bentuk kekerasan ini yang masyarakat masih banyak tidak tahu, kalau misalnya ternyata dipukul itu biru sedikit masih dianggap belum bagian dari kekerasan, padahal itu sudah. Kalau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) itu kan ada fisik, psikis, kemudian kekerasan ekonomi,” ujar dia.
Baca juga: Menkes serius dorong dugaan perundungan PPDS Undip diproses hukum
Ia menjelaskan, kekerasan fisik dapat berupa pemukulan atau penyiksaan, sedangkan psikis diantaranya pelecehan dalam bentuk verbal misalnya menghina atau memaki. Sementara itu, kekerasan ekonomi misalnya perempuan tidak diberi nafkah atau justru sengaja tidak dimampukan dan dibuat tidak berdaya agar dia bergantung kepada laki-laki.
Menurutnya, sistem pelaporan yang dimiliki KemenPPPA sudah cukup efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melapor, karena setiap tahunnya selalu meningkat. Namun, ia tetap menyampaikan pentingnya sosialisasi dan edukasi agar masyarakat memahami cara mengaksesnya.
“Kita punya unit pelaksana teknis (UPT) PPPA yang banyak, dan menurut kami itu efektif ya karena kalau melihat dari data setiap tahun pelaporannya meningkat, walaupun kasusnya misalnya di daerah dan tidak serta-merta KPPPA yang datang, jadi kan konsepnya seperti puskesmas, ditangani dulu, kemudian kalau memang dibutuhkan dirujuk ke rumah sakit, tetapi intinya lewat UPT tersebut kita ingin mendekatkan layanannya,” tuturnya.
Baca juga: Kemenkumham dukung tindakan tegas atasi perundungan calon dokter
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024