"Permendag tersebut diterbitkan mengingat beras merupakan barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia sehingga kegiatan pengadaan dan distribusi beras menjadi sangat penting," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, dalam siaran pers yang diterima, Selasa.
Bachrul menjelaskan, pengadaan dan distribusi tersebut menjadi penting dalam menciptakan stabilitas ekonomi nasional, menjaga ketahanan pangan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, serta melindungi kepentingan konsumen.
Bachrul mengatakan, beberapa pokok pengaturan dalam Permendag tersebut yang terkait dengan ekspor beras yaitu ekspor beras dapat dilakukan bila persediaan beras di dalam negeri telah melebihi kebutuhan.
Adapun jenis beras yang dapat diekspor meliputi beras yang tidak diproduksi melalui sistem pertanian organik, beras ketan hitam, dan beras organik dengan tingkat kepecahan paling tinggi 25 persen.
Selain itu, lanjut Bachrul, ekspor beras hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan ekspor dengan memperhatikan rekomendasi dari Kementerian Pertanian, kecuali untuk ekspor beras yang dilakukan oleh Perum Bulog, persetujuan ekspornya dengan memperhatikan rekomendasi dari Tim Koordinasi.
Sementara itu untuk impor beras, lanjut Bachrul, dapat dilakukan untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, dan kerawanan pangan, keperluan tertentu guna memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku atau penolong yang tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri.
Dalam Permendag tersebut, pada Pasal 8 ayat 1 huruf b, importasi beras yang diperuntukkan bagi keperluan stabilisasi harga, penangulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, dan kerawanan pangan hanya dapat dilakukan oleh Perum Bulog.
Selain itu impor juga dapat dilakukan untuk keperluan tertentu dapat dilakukan dengan ketentuan yang terkait dengan kesehatan (dietary) dan konsumsi khusus atau segmen tertentu, serta beras yang bersumber dari hibah.
"Impor beras untuk keperluan kesehatan dan konsumsi khusus hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan penetapan sebagai importir terdaftar (IT) beras," kata Bachrul.
Sedangkan impor beras untuk keperluan tertentu guna memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku atau penolong yang tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri, lanjut Bachrul, dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai importir produsen (IP) Beras dengan memperhatikan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Jenis beras yang dapat diimpor meliputi beras dengan tingkat kepecahan paling tinggi 25 persen, beras pecah dengan tingkat kepecahan 100 persen, dan beras ketan pecah dengan tingkat kepecahan 100 persen.
Selain itu, beras Japonica dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5 persen, beras ketan utuh dan beras Thai Hom Mali dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5 persen, serta beras kukus dan beras Basmati dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5 persen.
IT Beras yang akan melakukan impor beras, tambah Bachrul, harus mendapatkan persetujuan impor dari Kemendag dengan memperhatikan rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Setelah memperoleh persetujuan impor, IT Beras wajib merealisasikan impor beras paling sedikit 80 persen dari persetujuan impor.
"Jika kewajiban realisasi impor beras paling sedikit 80 persen dari persetujuan impor tidak dilaksanakan, maka IT Beras akan dicabut," kata Bachrul.
Ketentuan tersebut berlaku sejak diundangkannya Permendag Nomor 19/M-DAG/PER/3/2014 pada 3 April 2014 lalu.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014