Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 57 dari 205 tahanan yang dipaksa melarikan diri oleh massa yang merusak Lembaga Pemasyarakatan (LP) Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT), saat terjadi kerusuhan massa dalam aksi memprotes eksekusi terhadap Fabianus Tibo Cs, telah kembali ke LP tersebut. Kepala LP (Kalapas) Atambua, Burhanudin, ketika dihubungi ANTARA News dari Jakarta, Sabtu, mengatakan 57 tahanan yang telah kembali itu sebagian menyerahkan diri dengan mendatangi LP dan sebagian lagi ada yang dijemput petugas kepolisian dari rumah keluarga mereka. Selain 57 orang itu, Burhanudin menambahkan, masih ada 15 tahanan lain yang kini berada di beberapa kantor Polsek yang tersebar di wilayah Atambua. "Posisi terakhir sampai pukul 14.30 WITA, sudah ada 57 tahanan yang kembali. Ada yang menyerahkan diri, ada juga yang dijemput dari keluarganya. Sedangkan 15 orang lagi masih tersebar di beberapa Polsek," tuturnya. Ia menjelaskan, 15 tahanan yang masih tersebar di beberapa polsek itu akan diantar oleh Kapolsek masing-masing untuk dikembalikan ke dalam tahanan LP. Pada Jumat, 22 September 2006, dalam aksi menolak eksekusi terhadap terpidana mati kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus Da Silva, massa menyerbu LP Atambua secara mendadak dan mendobrak secara paksa pintu utama serta pintu blok tahanan. Mereka kemudian memaksa seluruh narapidana yang berjumlah 205 orang yang ditahan di LP itu untuk melarikan diri. Selain membebaskan tahanan, massa juga memporakporandakan semua barang inventaris dan barang lainnya termasuk ruangan serta peralatan komputer. Burhanudin mengatakan pihak LP Atambua telah berkoordinasi dengan petugas kepolisian dan anggota TNI untuk mengembalikan para tahanan. "Saya juga mengimbau agar para narapidana segera menyerahkan diri langsung ke LP atau melalui kantor polisi terdekat," ujarnya. Pihak keluarga narapidana atau masyarakat, lanjut dia, hendaknya juga melapor ke pihak kepolisian atau ke LP apabila mengetahui keberadaan tahanan yang melarikan diri saat terjadinya kerusuhan tersebut.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006