Co-firing biomassa ini juga memberikan sumbangsih untuk mendukung program pengurangan emisi gas rumah kaca.
Kupang (ANTARA) - PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTT bersinergi memanfaatkan limbah operasional BI, yakni uang lusuh yang telah dileburkan dalam program co-firing biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bolok, Kabupaten Kupang.

"Co-firing biomassa ini juga memberikan sumbangsih untuk mendukung program pengurangan emisi gas rumah kaca," kata General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTT Ajrun Karim dalam acara Penandatanganan Pilot Project Pemanfaatan Limbah Operasional Bank Indonesia, di PLTU Bolok, Kupang, Kamis.

Co-firing merupakan teknologi yang memanfaatkan bahan biomassa sebagai pengganti batu bara pada rasio tertentu dalam PLTU.

Untuk kerja sama kedua belah pihak itu, limbah operasional BI sebesar satu persen akan dicampurkan dengan batu bara dengan takaran 94 persen dan serpihan kayu (woodchip) sebanyak lima persen.

Woodchip dan limbah operasional BI merupakan percampuran biomassa yang nantinya dicampur dengan batu bara lalu dikirim menggunakan conveyor ke bunker. Hasilnya pun ialah energi listrik di PLTU yang tentu saja untuk mendukung target energi bersih di Indonesia.

"Hasil uji teknis membuktikan pemakaian co-firing bisa lebih irit, bahannya murah," ujar Ajrun Karim.

Kepala Kantor Perwakilan BI NTT Agus Sistyo Widjajati mengatakan kerja sama itu merupakan bentuk dukungan BI untuk mewujudkan energi bersih.

Ia mengatakan BI melakukan peleburan uang yang sudah lusuh yang disebut sebagai limbah operasional.

Selama ini, limbah operasional BI itu dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah akhir dan tidak dimanfaatkan sexara optimal.

Namun, hasil dari laboratorium menyatakan limbah operasional itu memiliki kualitas bagus untuk mendukung PLN sebagai subtitusi batu bara.

"Oleh karena itu kami menandatangani pemanfaatan limbah operasional ini dengan PLN," ujarnya lagi.

Lebih lanjut, ia menjelaskan BI tidak mampu menentukan berapa banyak limbah operasional yang akan diberikan tiap bulan untuk dimanfaatkan oleh PLN.

Menurutnya, hal itu bergantung dari bagaimana perilaku masyarakat dalam memelihara uang.

Jika masyarakat sudah semakin sadar dan mampu memelihara uang, maka limbah yang dihasilkan pun sedikit.

Ia juga memastikan semua uang lusuh telah terlebur, sehingga disebut limbah operasional.

"Daripada dibuang begitu saja dan masih ada racun di dalam racikan itu, maka kita sudah menemukan suatu bentuk baru bagaimana pemanfaatan limbah operasional ini menjadi sesuatu yang bisa bermanfaat untuk masyarakat," kata Agus pula.
Baca juga: PLN penuhi gizi masyarakat lewat Desa Berdaya di Kabupaten Kupang
Baca juga: PLN NTT memastikan pasokan listrik aman selama Idul Adha

Pewarta: Fransiska Mariana Nuka
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024