Beijing (ANTARA) - Permasalahan Taiwan hingga strategi proteksionisme menjadi pembahasan antara Menteri Luar Negeri China Wang Yi dan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan di Beijing.
"Wang Yi menegaskan Taiwan adalah milik China dan China pasti akan bersatu kembali. 'Kemerdekaan Taiwan' adalah risiko terbesar bagi perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan," kata Wang Yi seperti dalam laman Kementerian Luar Negeri China yang diakses di Beijing, Rabu.
Sullivan bertemu Wang Yi pada 27-28 Agustus di tengah meningkatnya ketegangan diplomatik di antara kedua kekuatan utama global tersebut.
"AS harus melaksanakan komitmennya untuk tidak mendukung 'kemerdekaan Taiwan', mematuhi prinsip satu China dan tiga komunike bersama China-AS, berhenti mempersenjatai Taiwan dan mendukung reunifikasi damai China," tambah Wang Yi.
Keamanan nasional, menurut Wang Yi, memerlukan batasan yang jelas, terutama di bidang ekonomi, yang harus didefinisikan secara ilmiah.
"Amerika Serikat harus berhenti menindas China di bidang ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berhenti merugikan kepentingan sah China. Menggunakan 'kelebihan kapasitas' sebagai alasan untuk melakukan proteksionisme hanya akan merugikan kebijakan ramah lingkungan secara global dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia," ungkap Wang Yi.
Ia juga menekankan bahwa China dengan tegas akan terus menjaga kedaulatan teritorial dan hak serta kepentingan maritimnya atas kepulauan di Laut Cina Selatan, dan menjunjung tinggi keseriusan dan efektivitas Deklarasi Perilaku Para Pihak (DOC) di Laut Cina Selatan.
"AS tidak boleh menggunakan perjanjian bilateral sebagai alasan untuk melemahkan kedaulatan dan integritas wilayah China dan tidak boleh mendukung atau memaafkan pelanggaran yang dilakukan Filipina," kata Wang Yi.
Menurut Wang Yi, hubungan China-AS telah mengalami pasang surut dan memilah pengalaman serta pembelajaran akan membantu kedua negara untuk membuka masa depan dan menemukan cara yang tepat agar dapat rukun satu sama lain.
Ia menawarkan sebanyak lima cara agar hubungan China-AS dapat mempertahankan arah yang benar.
"Pertama, kuncinya terletak pada kedua kepala negara yang mengendalikan hubungan tersebut. Kedua belah pihak harus menjunjung tinggi prinsip saling menghormati, hidup berdampingan secara damai dan kerja sama yang saling menguntungkan dan berkelanjutan," papar Wang Yi.
Kedua, China dan AS harus mematuhi tiga komunike sebagai landasan politik dalam pembentukan hubungan diplomatik kedua negara, menghormati kedaulatan dan integritas wilayah China, menghormati sistem politik dan jalur pembangunan China serta menghormati hak pembangunan yang sah dari rakyat China.
"Ketiga, memperlakukan satu sama lain secara setara. Memulai dari posisi yang kuat bukanlah cara yang tepat dalam berinteraksi antar negara," ucap Wang Yi.
Keempat, kedua negara harus membangun lebih banyak jembatan dan membuka lebih banyak jalan untuk pertukaran antarmasyarakat dan bukan membangun penghalang sehingga ada opini publik yang sehat.
"Kelima, membangun pemahaman yang benar satu sama lain. AS tidak boleh menggunakan caranya sendiri untuk berspekulasi mengenai China, juga tidak boleh menggunakan pola bahwa negara kuat akan mengupayakan hegemoni yang meniru China," ujar Wang Yi.
Sedangkan Sullivan mengatakan terdapat perbedaan dan persaingan antara AS dan China serta banyak bidang yang memerlukan kerja sama.
"Saya setuju bahwa satu sama lain harus diperlakukan setara dan persaingan harus sehat dan adil. AS tidak berniat melepaskan diri dari China, AS juga menganut kebijakan satu China dan tidak mendukung 'kemerdekaan Taiwan', 'dua China' , atau 'satu China, satu Taiwan'," kata Sullivan dalam laman tersebut.
AS dan China, menurut Sullivan dapat hidup berdampingan secara damai di untuk jangka waktu yang lama dan AS juga berniat untuk menemukan cara untuk mengembangkan hubungan AS-China secara berkelanjutan.
"AS bersedia untuk terus menjaga komunikasi strategis dengan China, meningkatkan saling pengertian, dan mengurangi kesalahpahaman dan salah penilaian," ungkap Wang Yi.
Keduanya juga bertukar pandangan mengenai isu-isu lain seperti Ukraina, Timur Tengah dan Semenanjung Korea.
"China selalu berkomitmen untuk mendorong perundingan damai dan mendorong solusi politik terhadap krisis Ukraina, dan kami akan terus melakukan hal yang benar. AS tidak boleh mengabaikan tanggung jawabnya terhadap China, apalagi menerapkan sanksi ilegal sepihak tanpa pandang bulu," tambah Wang Yi.
Pertemuan itu juga dibahas babak baru interaksi kedua kepala negara dalam waktu dekat dan sepakat untuk terus melakukan kerja sama di bidang pengendalian narkoba, penegakan hukum, repatriasi imigran ilegal, dan respons terhadap perubahan iklim.
Kunjungan Sullivan ini merupakan yang pertama kali dilakukan penasihat keamanan nasional AS sejak delapan tahun lalu, dan hal ini dipandang sebagai persiapan menuju pertemuan puncak berikutnya antara Presiden Joe Biden dengan Presiden Xi Jinping.
Kedatangan Sullivan menjadi langkah penting untuk mengimplementasikan konsensus yang dicapai kedua pemimpin tersebut selama pertemuan mereka di San Fransisco pada 15 November 2023, sebut CCTV.
Kedua pejabat tersebut telah bertemu selama empat kali dalam 16 bulan, yakni di Wina, Malta, Washington, dan Bangkok.
Baca juga: China jatuhkan sanksi kepada perusahaan penyuplai senjata ke Taiwan
Baca juga: Meski tantangan meningkat, menlu China-AS sepakat jaga komunikasi
Baca juga: Beijing kecam komando militer baru AS di Jepang
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024