Jakarta (ANTARA) - Shaodong di Provinsi Hunan, China tengah, terkenal karena satu keajaiban industrinya, yakni menjaga harga korek api dunia tetap rendah selama lebih dari dua dekade.

Shaodong memproduksi lebih dari 100 miliar korek api setiap tahun, memasok hampir 70 persen korek api gas sekali pakai di dunia. Meskipun biaya produksi meningkat, korek api standar di kota tersebut tetap dihargai 1 yuan (1 yuan = Rp2.174).

Di balik harga korek api yang tidak berubah itu terdapat resolusi lokal untuk menerima perubahan-perubahan yang telah menjadi ciri khas banyak kota industri di China, yaitu reformasi struktural di sisi penawaran (supply side) yang mengarah pada otomatisasi yang memangkas biaya dan fokus yang lebih besar pada nilai tambah (value addition).

Industri korek api di Shaodong dimulai pada akhir abad ke-20, ketika beberapa wirausahawan lokal mendirikan pabrik kecil untuk memproduksi korek api, dan memilih "industri pengembaraan" yang meninggalkan negara-negara ekonomi maju sebagai upaya mencari biaya produksi yang lebih rendah.

"Awal kami memulai ini, semuanya dikerjakan dengan tangan," kenang Fu Zaihua, salah seorang pendiri Shunfa, salah satu pembuat korek api pertama di Shaodong. "Perkembangan kami sangat bergantung pada tenaga kerja (dengan upah) murah dan pasar yang persaingannya tidak terlalu ketat."

Kemudahan akses untuk mendapatkan bahan baku dan tenaga kerja di Kota Shaodong, dipadukan dengan kebijakan pemerintah yang mendukung, membuka jalan bagi pertumbuhan pesat, sehingga membuatnya dijuluki "kota korek api" pada pertengahan tahun 2000-an. Korek api yang diproduksi di Shaodong kini diekspor ke lebih dari 120 negara.

Agar mampu bertahan dari meningkatnya upah tenaga kerja sembari memenuhi lonjakan pesanan dalam beberapa tahun terakhir, para produsen korek api di Shaodong dengan cepat menerapkan otomatisasi.

"Dahulu dibutuhkan 1.000 pekerja untuk memproduksi 1 juta korek api secara manual," kata Yang Zhiyong, seorang design engineer di Hunan Dongyi Electric Co., Ltd., produsen korek api lokal terbesar. "Kini, dengan otomatisasi, output yang sama dapat dicapai hanya dengan beberapa orang."

"Dengan otomatisasi dan peningkatan teknik, kami berhasil menekan biaya. Korek api ikonik seharga 1 yuan kami masih dijual dengan harga 1 yuan, tetapi tetap menguntungkan," kata Yang.
 
Berbagai rupa korek api yang dibuat Hunan Dongyi Electric Co Ltd, di Shaodong, Provinsi Hunan, China. ANTARA/Xinhua/Xue Yuge


Kesuksesan Shaodong juga berasal dari rantai pasokannya yang matang dan rasa kerja sama yang kuat. Lebih dari 200 komponen di sebuah korek api, kecuali partikel plastik dan gas kimia, diperoleh secara lokal dari 87 perusahaan yang tersebar di berbagai kota, dan mampu menekan biaya karena pasokan yang stabil

Pada 2002, Asosiasi Korek Api Shaodong dibentuk untuk menyatukan industri serta "menciptakan lingkungan yang adil di mana kualitas dan inovasi dapat berkembang," kata Ouyang Zhen, wakil wali kota Shaodong.

Asosiasi tersebut menstandardisasi harga, mendorong berbagi sumber daya, dan mendirikan basis data untuk desain baru. Pendekatan kolaboratif ini dapat menyederhanakan produksi serta memastikan korek api lokal secara konsisten memenuhi standar internasional, menurut Ouyang.

Meskipun sukses, industri korek api di Shaodong terus menghadapi tekanan, seperti meningkatnya biaya bahan baku, peraturan-peraturan terkait lingkungan yang lebih ketat, dan meningkatnya persaingan global.

Guna tetap menjadi yang terdepan, pemerintah kota mendirikan lembaga teknologi manufaktur pintar, dan perusahaan-perusahaan lokal tengah menjajaki pasar-pasar baru, terutama di negara berkembang, di mana permintaan terhadap korek api dengan harga terjangkau tetap kuat.

Beberapa perusahaan juga berupaya membuat korek api yang fungsional dan kultural, dengan menggabungkan seni tradisional China ke dalam desain korek api. "Kami mendapat inspirasi dari warisan budaya kami yang kaya. Desain yang digabungkan dengan budaya ini telah menemukan pasar yang reseptif di Eropa dan Asia," papar Yang.

Sementara itu, pejabat setempat mengakui bahwa ada kemungkinan industri tersebut suatu hari nanti direlokasi ke kawasan lain, seperti ketika industri itu dipindahkan ke Shaodong dari perekonomian-perekonomian yang lebih makmur. Kota tersebut kedatangan pedagang dari Asia Tenggara yang ingin membeli alat-alat untuk pembuatan korek api.

"Bagaimana kami dapat berkembang dari penyedia produk menjadi penyedia layanan seperti pengembangan produk, pelatihan, dan layanan purnajual ? Ini adalah pertanyaan yang telah kami pikirkan," kata Ouyang.


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2024