Jakarta (ANTARA) - Setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian adat tradisional yang berbeda, termasuk Provinsi Maluku. Pakaian adat Maluku banyak didasari dari suku Ambon dan Tanimbar yang merupakan komunitas adat pemilik pakaian tradisional.

Pakaian adat Maluku biasanya dikenakan pada acara-acara adat, serta memiliki makna. Pakaian adat Maluku juga dipengaruhi dari budaya lain dari pendatang, seperti Eropa, China, dan Arab.

Lantas, apa saja pakaian adat tradisional di Provinsi Maluku?

1. Pakaian adat Baju Cele

Baju Cele pakaian khas anak Maluku yang menyerupai baju kurung yang terbelah sedikit di depan bagian tengah dan dipadukan dengan kain (sarung) selele.

Baju Cele digunakan dalam berbagai upacara adat di Maluku seperti acara pelantikan raja, acara pesta negeri, acara cuci negeri, acara panas pela, hingga upacara pernikahan.

Baju Cele memiliki motif garis-garis geometris atau berkotak-kotak kecil, yang memiliki corak ceria atau berani (kebanyakan merah), karena menggambarkan nilai keceriaan dan kecekatan.

Baju Cele yang dipakai laki-laki biasanya dibentuk menyerupai jas dan dipadukan dengan kemeja sebagai dalaman, serta celana panjang formal berwarna hitam atau berwarna senada dengan bajunya.

Untuk perempuan yang mengenakan Baju Cele biasa dikombinasikan dengan kain yang pelekat dipakai dengan cara disalele yaitu disarung dari luar dilapisi sampai batas lutut, serta memakai aksesoris lenso merupakan sapu tangan yang diletakan di pundak, warnanya tidak terlalu jauh berbeda harus seimbang dan serasi.

2. Pakaian adat Naik Baileo

Pakaian adat Naik Baileo sama dengan pakaian Cele, namun terdapat perbedaan pada bagian atas baju berwarna hitam. Pakaian ini digunakan dalam acara atau ritual yang berkaitan dengan adat, seperti upacara adat Naik Baileo atau Cuci Negeri.

Pakaian dengan corak hitam ini melambangkan nilai kesakralan dan kewibawaan. Sedangkan, kain cele berwarna merah melambangkan nilai keberanian yang bertanggung jawab. Pada bagian pundak, diberi saputangan merah polos yang merupakan lenso adat.

3. Pakaian adat Kebaya Dansa

Pakaian adat kebaya dansa berbentuk seperti kemeja leher bundar yang tidak memakai kancing, berbahan saten atau beludru merah, berlengan panjang, dipakai hiasan renda, warna keemasan pada pinggiran kebaya dansa.

Pakaian ini dipakai pada waktu pesta rakyat oleh lelaki, sedangkan wanita memakai pakaian rok. Pakaian adat kebaya dansa biasanya digunakan oleh Masyarakat Strata Atas (berlaku pada masa penjajahan). Jenis kain boleh polos tapi boleh juga jenis kembang kecil.

4. Pakaian adat Kabasaran Dari Babar/Pakaian Raja

Kabasaran Dari Babar/Pakaian Raja merupakan pakaian adat yang berasal dari Pulau Masela, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Pakaian adat ini terbuat dari tenunan kapas.

Untuk laki-laki, pakaian ini terbuat dari kain basta yakni tenunan kapas yang telah berusia tua. Kain basta panjangnya antara 10–15 meter tidak dijahit melainkan dibelit seperti memakai busana Sari dari India.

Sementara, untuk perempuan yang menggunakan pakaian ini dengan mengenakan kebaya hitam yang dipadu dengan kain tenun warna merah yang juga hasil tenuan dari kapas. Selain itu, terdapat aksesoris yang digunakan, yakni mas bulan purnama di kepala (Piina) yang digunakan pihak laki-laki sebagai lambang mahkota raja.

Sedangkan untuk pihak perempuan mengenakan mas bulan sabit di dada (Marna Whura) melambangkan luasnya wilayah yang dimiliki, mas telinga yang modelnya besar dengan motif kuku yang tajam bergerigi melambangkan kekuatan serta kewibawaan untuk menjaganya.

5. Pakaian adat Mustiza

Baju mustiza atau baju basumpa menjadi bagian penting dalam adat pernikahan masyarakat Maluku, khususnya Ambon. Pakaian adat ini merupakan bentuk akulturasi budaya Ambon dan Portugis.

Hal itu tidak lepas dari keberadaan warga keturunan Portugis yang umumnya disebut sebagai Mustiza atau Mestiezen oleh masyarakat setempat. Baju pengantin ini berwarna putih, berlengan panjang dari kain brokat dengan variasi motif renda kecil.

Baju ini memiliki motif baju cele leher bundar terbelah pada leher, bagian tangan kancing dari baju ditutup dengan band tangan yang divariasi dengan manik-manik warna emas. Pada bagian kiri pakaian akan disisipkan lenso pinggang.

6. Pakaian adat Nona Rok

Pakaian nona rok berasal dari Maluku Tenggara yang dipakai pada acara, seperti pesta pernikahan maupun acara kenegaraan. Biasanya pakaian ini dipakai oleh pendeta, guru, atau orang terpelajar, keluarga golongan menengah dan keluarga golongan pemerintahan.

Pakaian adat ini berbentuk kebaya putih tangan panjang dengan lengan kancing dari jenis kain brokat halus dengan motif kembang kecil-kecil warna merah atau oren yang dijahit dengan lipit kecil. Pengikat pinggangnya disebut dengan pending, yang terbuat dari perak.

Baca juga: Keindahan busana pengantin Adat Sunda, dari Sukapura hingga Siger

Baca juga: Baju adat Sunda, sejarah dan filosofinya

Baca juga: Ragam aksesoris busana adat perempuan di Sumatera Utara

Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024