Jakarta (ANTARA) -
Baju adat Betawi merupakan salah satu warisan budaya yang kaya akan nilai sejarah dan filosofi yang mencerminkan identitas masyarakat Betawi.
 
Adat Betawi merupakan budaya masyarakat yang berada di wilayah Jakarta. Walaupun Jakarta menjadi pusat wilayah Ibukota dan terjadi pencampuran penduduk, budaya adat Betawi masih kental dan tetap bertahan.
 
Baju adat ini tidak hanya menjadi simbol budaya adat, tetapi juga menggambarkan perpaduan berbagai budaya dari suku dan bangsa yang pernah singgah di Batavia, nama lama dari Jakarta.
 
Sejarah baju adat Betawi
 
Baju adat Betawi tercipta dari perpaduan ragam budaya yang masuk ke Batavia, seperti budaya suku Melayu, Batak, Arab, Inggris, Bali, Tionghoa, dan lainnya.
 
Kehadiran para pendatang ini memengaruhi perkembangan budaya Betawi, termasuk dalam hal pakaian.
 
Mulai dari motif, model, dan aksesoris yang digunakan, mayoritas inspirasi dari budaya Tionghoa, Islam, dan Melayu.
 
Misalnya, Baju Sadaria yang dikenakan oleh kaum pria, terinspirasi dari baju koko yang berasal dari budaya Tionghoa. Baju Sadaria dibuat dari kain katun, kain sutra, atau kain linen.
 
Sementara itu, Kebaya Encim yang dipakai oleh wanita Betawi terinspirasi dari budaya Eropa. Bahan brokat yang dipadukan bordiran bunga pada bagian bawah baju dan pergelangan tangan, menciptakan Kebaya Encim ini berkesan lebih elegan dan anggun.
 
Bukan hanya itu, Baju Tikim dan Celana Pangsi termasuk baju adat Betawi yang kerap digunakan oleh pendekar Betawi, baju ini adaptasi dari budaya China. Setelan baju adat ini sering disebut Baju Pangsi, kata bahasa yang berasal dari Hokkian.
 
Terjadinya akulturasi dari berbagai budaya yang masuk, adat Betawi memiliki model baju adat yang beragam. Model baju adatnya pun masih kerap digunakan hingga saat ini.
 
Baju adat Betawi sering dipakai untuk acara formal, termasuk pernikahan, festival budaya adat, wisuda, dan lainnya yang menampakkan identitas budaya Betawi.

Baca juga: Pegawai DKI mulai pakai baju Betawi
 
Filosofi baju adat Betawi
 
Filosofi yang terkandung dalam baju adat Betawi sangat kental dengan nilai-nilai kesopanan, kesederhanaan, dan keagamaan.
 
Baju Sadariah yang sering dipadukan dengan celana kain motif batik, kain sarung, dan peci menggambarkan karakter pria Betawi yang sederhana, religius, berwibawa dan rendah hati.
 
Peci dan sarung yang dipakai juga memiliki makna sebagai simbol keagamaan dan identitas seorang muslim dalam beribadah sholat.
 
Kebaya Encim, baju adat yang dipengaruhi oleh budaya Eropa, biasanya dipadukan dengan kain batik atau kain songket. Filosofi pada Kebaya Encim bermakna kedewasaan, kebahagiaan, kecantikan, dan kearifan lokal.
 
Perpaduan Kebaya Encim dengan kain songket sebagai bawahan serta aksesoris yang digunakan seperti selendang, cincin gelang, kalung, dan anting yang serasi menciptakan kesan keanggunan dan kehormatan seorang wanita.
 
Selain itu, warna dalam baju adat Betawi juga memiliki makna tersendiri. Salah satunya seperti warna Baju Pangsi yang beragam, namun memilik makna tersendiri.
 
Warna Baju Pangsi memiliki arti tertentu seperti, warna putih atau krem dipakai oleh ahli silat yang juga merupakan pemimpin agama, warna hitam dipakai oleh para pengawal, dan warna merah dipakai oleh orang bisa melakukan silat dan ahli agama.
 
Warna peci merah sebagai aksesoris Baju Pangsi menandakan seorang ahli atau berpengalaman yang dianggap oleh masyarakat, demikian mengutip dari berbagai sumber.
 

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2024