Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan indikasi mobilisasi anak dalam demonstrasi mengawal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Kamis hingga Jumat (22-23 Agustus 2024) yang lalu.

“Ada dua kategori yang melatarbelakangi anak terlibat (dalam demo), pertama, sebagian memang melek politik dan mereka merasa terpanggil untuk berpartisipasi, dan itu memang dilindungi secara hukum, tetapi ada juga yang dimobilisasi, kemudian membawa teman-temannya yang lain,” kata Anggota KPAI Aris Adi Leksono dalam konferensi pers di Kantor KPAI, Jakarta, Rabu.

Baca juga: 23 anak yang ikut demo di Semarang dan Makassar kembali ke keluarga

Ia menjelaskan, ada keterlibatan para alumni berdasarkan laporan-laporan yang digali tim KPAI di lapangan.

“Jadi alumni dari sekolah-sekolah tertentu menggerakkan adik-adiknya yang memungkinkan, dan situasi ini ada yang membingkai atau memprovokasi melalui media sosial (medsos), sehingga yang lain ikut bergerak juga lewat medsos,” ucapnya.  

Ia juga menyampaikan, ada indikasi mobilisasi anak-anak sekolah ini dilakukan pada sore hari di batas waktu pelarangan demo dengan pola yang mirip.

“Polanya mereka pakai bambu panjang, menggunakan helm. Jadi, kami mengimbau oknum-oknum tertentu yang membawa anak dalam situasi ini dihindari, kita ingin anak-anak kita saat berpartisipasi politik, disampaikan dengan baik dan benar, karena ini sangat mengancam keselamatan anak,” ujar dia.   

Baca juga: Komnas HAM desak polda evaluasi penanganan demo di Semarang-Makassar

Sedangkan Ketua KPAI Ai Maryati Sholihah menyampaikan, KPAI mencatat pada tanggal 22-23 Agustus 2024, terdapat tujuh anak yang diamankan di Polda Metro Jaya, serta 78 anak yang diamankan di Polres Jakarta Barat.   

“Selain itu, sebanyak 22 anak di Semarang dan satu anak di Kota Makassar yang ikut unjuk rasa dan ikut diperiksa oleh pihak kepolisian, tetapi mereka semua sudah dipulangkan ke keluarga masing-masing,” ucapnya.

Ai menegaskan, penanganan yang dilakukan oleh aparat terhadap anak-anak tidak boleh bertentangan dengan konstitusi maupun Undang-Undang (UU) yang melindungi hak-hak anak Indonesia.   
 
Menurutnya, pelibatan anak dalam berbagai bentuk kegiatan politik, termasuk aksi massa, kampanye, dan lainnya, adalah tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak pasal 2, 8, dan 11, yang melindungi hak anak untuk sehat, beristirahat, dan memanfaatkan waktu luang.

Kemudian, juga melanggar hak anak untuk bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

“Pengarusutamaan hak anak dalam aktivitas politik merupakan salah satu strategi terbaik untuk merawat demokrasi dan meningkatkan kualitas pemilu elektoral agar berbasis hak asai manusia, dalam hal ini hak asasi anak,” tuturnya.

Baca juga: Anak-anak yang ikut demo UU Pilkada dipastikan kembali ke keluarga
Baca juga: Puluhan demonstran di Semarang dirawat di rumah sakit
Baca juga: Polda Metro Jaya tetapkan 19 orang tersangka dalam kericuhan di DPR

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024