Jakarta (ANTARA) - Pakaian adat tidak luput dari sejarah yang panjang dan kaya akan filosofi dan makna budaya, seperti halnya yang terlihat dalam tradisi busana adat Sunda.

Sejak jaman dahulu kesopanan dalam berpakaian sudah dianggap penting oleh masyarakat suku Sunda. Hal itu dapat dilihat dari naskah kuno Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang ditulis pada tahun 1518.

Pada naskah itu terdapat tulisan yang berbunyi: jaga rang nemu jalan gede beet, banga di cang-ut di pangadwa (hati-hati, bila kita ada di jalan raya atau jalan biasa, kau harus membawa/menggunakan celana dan baju secara lengkap).

Pakaian adat laki-laki Sunda sering kali digambarkan dalam pantun-pantun tradisional, seperti dalam "Pantun Panggung Karaton" (1971).

Beberapa istilah dalam pantun ini mencerminkan berbagai jenis pakaian tradisional, seperti "cawet puril pupurikil" (bercawat ketat tanpa celana) dan "baju bekek" (baju berlengan pendek). Selain itu, karya Raffles dalam The History of Java (1817) juga mencatat beragam busana Sunda, termasuk kain laken, songket, sutra, dan berbagai aksesoris seperti kalung dan gelang.

Perkembangan busana di Jawa Barat, khususnya pada abad ke-19, menunjukkan adaptasi masyarakat suku Sunda terhadap perubahan zaman sambil tetap mempertahankan kepribadian Sunda. Misalnya, Bupati Sukapura Raden Tanuwangsa yang memperkenalkan perubahan dalam cara berpakaian yang lebih modern namun tetap mencerminkan nilai-nilai tradisional.

Pada masa pendudukan Jepang, pakaian laki-laki yang dianggap pantas meliputi bendo, jas berdasi, kain poleng Sunda, dan selop atau sepatu tanpa kaus kaki.

Sementara itu, perempuan mengenakan kebaya, kain, selop, dan karembong (selendang), dengan rambut yang disanggul. Pemakaian karembong menunjukkan status sosial dan kesopanan, sedangkan wanita tanpa karembong dianggap kurang terhormat pada saat itu.

Tata cara berpakaian masyarakat Sunda pada jaman dahulu diatur dengan sangat ketat, terutama saat menghadap para petinggi, di mana seseorang harus melepas alas kaki dan tidak mengenakan pantalon atau tanpa ikat kepala.

Dari sejarah-sejarah tersebut dapat dilihat bahwa busana adat Sunda merupakan cerminan dari nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat Sunda yaitu mementingkan tata krama dan sopan santun.

Baca juga: Pakaian Perkawinan Indonesia Memikat Belgia

Baca juga: Ragam aksesoris busana adat perempuan di Sumatera Utara

Baca juga: Baju cele, pakaian adat Maluku dan aturan pemakaian

Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024