Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan dua mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung terkait kasus dugaan korupsi timah yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun.

Ketua Majelis Hakim Fajar Kusuma Aji mengatakan eksepsi Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015–2019 Suranto Wibowo dan Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021–2024 Amir Syahbana ditolak antara lain karena keberatan keduanya terhadap dakwaan penuntut umum cenderung sudah masuk pokok perkara.

"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara kedua terdakwa," kata Fajar dalam sidang pembacaan putusan sela majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Dalam pemeriksaan perkara, hakim menuturkan keberatan kedua terdakwa akan dibuktikan lebih lanjut dalam persidangan dengan memeriksa saksi, barang bukti, hingga terdakwa, guna memperoleh berbagai fakta hukum terkait perbuatan yang dilakukan para terdakwa.

Terhadap Suranto, majelis hakim menilai salah satu keberatan yang menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada Suranto tidak ada hubungannya dengan perbuatan yang didakwakan kepada lima smelter swasta beserta afiliasinya, telah masuk materi pokok perkara.

Hal tersebut karena menyangkut tentang perbuatan yang dilakukan oleh Suranto bersama-sama dengan kelima perusahaan dan afiliasinya, yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Majelis hakim menyatakan terdapat dugaan unsur melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Suranto selaku Kadis ESDM saat mengeluarkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) bagi perusahaan pertambangan, yang mengakibatkan kerugian negara.

Sementara terhadap Amir, majelis hakim berpendapat keberatan yang mempermasalahkan kerugian negara, yang seharusnya merupakan tanggungan PT Timah Tbk, telah masuk materi pokok perkara yang harus dibuktikan dalam persidangan lebih lanjut.

Selain itu, majelis hakim menilai Amir seharusnya mengawasi pelaksanaan penggunaan RKAB terhadap lima smelter swasta agar hasil penambangan sesuai dengan apa yang telah tercantum dalam RKAB.

"RKAB tidak boleh untuk kegiatan yang lain seperti yang diuraikan dalam surat dakwaan penuntut umum," ucap hakim menegaskan.

Sebelumnya, Suranto, Amir, beserta Pelaksana Tugas Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode Maret hingga ​​​​Desember 2019 Rusbani alias Bani didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015–2022 sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.

Kendati demikian, Bani tidak mengajukan keberatan terhadap dakwaan penuntut umum.

Atas perbuatannya, ketiga terdakwa terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Perbuatan melawan hukum dimaksud, yakni saat menjabat sebagai Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015–2019, Suranto didakwa menyetujui RKAB periode 2015–2019 yang isinya tidak benar terhadap lima smelter.

Lima smelter dimaksud, yaitu PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa (VIP), PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), serta PT Tinindo Internusa masing-masing beserta perusahaan afiliasinya.

RKAB tersebut seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya, akan tetapi RKAB juga digunakan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

Selain itu, Suranto juga dinilai secara melawan hukum tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kelima perusahaan smelter beserta perusahaan afiliasinya tersebut, yang melakukan kegiatan pertambangan tidak sesuai dengan RKAB yang telah disetujui. Suranto juga telah menerima fasilitas berupa hotel dan transportasi dari PT SIP.

Sementara itu, Bani dan Amir disangkakan telah melakukan pembiaran atas kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah yang dilakukan kelima smelter.

Kegiatan penambangan itu tidak tertuang dalam RKAB PT Timah maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan-kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan.

Amir juga diduga telah menerima pemberian uang sejumlah Rp325,99 juta dari General Manager CV VIP dan PT Menara Cipta Mulia Achmad Albani.

Baca juga: Tiga petinggi smelter swasta didakwa terlibat korupsi timah

Baca juga: Kejagung sebut belum berencana periksa Brigjen Pol. Mukti Juharsa

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024