Gaza (ANTARA) - Kelompok perlawanan Palestina Hamas mengatakan keputusan pemerintah Israel untuk mendanai tur bagi pemukim ilegal di Masjid Al-Aqsa merupakan sebuah eskalasi berbahaya yang dapat memicu perang agama.

“Pemerintah fasis ekstremis ini sedang bermain api karena tidak peduli dengan dampak dari perilaku Zionis mereka yang melanggar kesucian, status dan identitas Masjid Al-Aqsa yang diberkati di negara Arab dan Islam kita,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan pada Selasa (27/8).

Pada Senin, lembaga penyiaran publik Israel, KAN, mengatakan kantor Kepala Warisan Budaya Israel, Amichai Eliyahu yang merupakan seorang menteri ekstremis dan dikenal anti-Palestina akan mengalokasikan 2 juta shekel (Rp8,4 miliar) untuk tur berpemandu yang diharapkan akan dilaksanakan pada beberapa pekan mendatang.

Kepala Keamanan Nasional Isarel, Itamar Ben-Gvir mengatakan kepada Radio Angkatan Darat Israel pada Senin bahwa kebijakannya adalah mengizinkan orang-orang Yahudi beribadah di dalam Temple Mount (Bukit Bait Suci), merujuk pada Masjid Al-Aqsa. 

Terkait dengan Bukit Bait Suci, Ben-Gvir juga mencatat bahwa Kepala Otoritas Israel Benjamin Netanyahu mengetahui kebijakannya sebelum membentuk koalisi pemerintah.

Pernyataan untuk memasuki dan beribadah di Masjid Al Aqsa itu terus diulang Ben-Gvir kendati Netanyahu telah menyatakan mempertahankan status quo Masjid Al-Aqsa.

Riwayat status quo Al Aqsa

Setelah Perang Enam Hari pada tahun 1967, Israel mengambil kendali atas Yerusalem Timur, termasuk Kompleks Masjid Al Aqsa, yang juga disebut sebagai Haram al-Sharif oleh umat Islam dan Temple Mount (Bukit Bait Suci) oleh umat Yahudi.

Setelah menduduki situs tersebut, Israel menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan klaim religius dari umat Islam dan Yahudi.

Untuk mencegah ketegangan lebih lanjut, Israel memutuskan untuk mempertahankan status quo yang ada sebelum tahun 1967.

Sebelum tahun 1967, kompleks tersebut berada di bawah pengelolaan Yerusalem Islamic Waqf, yang merupakan badan keagamaan Muslim yang berafiliasi dengan Kementerian Wakaf Yordania.

Status quo yang disepakati mengatur bahwa Yerusalem Islamic Waqf tetap bertanggung jawab atas pengelolaan Masjid Al Aqsa, sementara Israel menjaga keamanan di sekitar situs tersebut.

Sedangkan untuk peribadahan hanya umat Islam yang diizinkan untuk beribadah di dalam Kompleks Masjid Al Aqsa. Non-Muslim diizinkan untuk mengunjungi situs tersebut, tetapi tidak untuk beribadah.

Namun, pada tahun 2003, otoritas Israel melanggar status quo itu dengan mengizinkan para pemukim Yahudi memasuki Masjid Al-Aqsa tanpa persetujuan dari Wakaf Islam, yang menuntut agar tindakan tersebut dihentikan.

Baca juga: Yordania: PBB perlu hentikan rencana Israel bangun sinagoge di Al-Aqsa
Baca juga: OKI kutuk keras penyerbuan Masjid Al-Aqsa oleh menteri ekstemis Israel
Baca juga: Hamas peringatkan aksi Zionis terhadap Masjid Al Aqsa


Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024