Namun, objek tersebut, kata tim astronom itu, bisa juga planet besar yang mengitari bintang kecil dan samar, seperti tertuang dalam laporan Jurnal Astrophysical.
"Kita tidak akan berkesempatan lagi untuk mengamati kandidat 'exomoon' di kemudian hari," kata kepala peneliti dari Universitas Notre Dame David Bennett melalui keterangan pers Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) dilaporkan Kantor Berita Xinhua.
Objek yang diduga 'exomoon' itu ditemukan saat riset yang dipimpin tim "Microlensing Observations in Astrophysucs" (MOA) dari Jepang, Selandia Baru dan Amerika Serikat dan "Probing Lensing Anomalies NETwork" (PLANET), yang menggunakan teleskop dari Selandia Baru dan Australia.
Para astronom menggunakan teknik yang disebut mikro-pelensaaan gravitasi (gravitational microlensing), dimana pengamatan dilakukan melalui satu bintang yang melewati bintang lainnya, dari pandangan Bumi.
Bintang yang lebih dekat dapat berperan sebagai kaca pembesar untuk memfokuskan dan menerangkan cahaya bintang yang jauh selama beberapa hari atau pekan.
Jika bintang latar depan memiliki planet yang mengelilinginya, planet itu berperan sebagai lensa kedua untuk menyinari atau meredupkan cahaya.
Dari pengamatan saat peristiwa terang, para astronom dapat melihat seberapa besar bintang latar depan dibandingkan planetnya.
Namun perlu dicatat, dalam beberapa kasus , objek latar depan dapat sebuah planet yang mengambang bebas, bukan sebuah bintang. Para peneliti dapat saja mendeteksi ukuran besar dari planet itu dibanding objek yang mengitarinya.
Dalam penelitian terbaru yang didanai NASA, para astronom menemukan perbandingan ukuran planet yang lebih besar dibanding ukuran pendampingnya dengan rasio 2000 berbanding 1, meskipun lingkungan objek latar depan, dan objek yang menjadi media lensa tersebut masih belum definitif.
Hal itu berarti dua objek itu dapat berupa bintang kecil dan samar, yang dikelelilingi planet berukuran lebih besar 18 kali dari Bumi. Bahkan planet yang mengitari itu diperkirakan lebih besar dibanding Jupiter, ditambah, bulan yang massanya lebih ringan dibanding Bumi, kata para astronom.
Namun, para peneliti belum dapat menyimpulkan mana yang benar dan valid di antara dua skenario itu, mengingat kejadian tersebut hanya dapat diamati dalam sekali waktu.
"Satu kemungkinan dengan teknik menggunakan bintang sebagai lensa bahwa temuan itu adalah palent dan bulannya (exomoon). Jika benar akan menjadi penemuan spektakuler," kata Wes Traub, kepala ilmuwan untuk program eksplorasi exoplanet di Laboratorium tenaga jet di NASA, yang tidak terlibat dalam penelitian.
"Simpulan dari model yang digunakan peneliti itu adalah bulan, namun jika Anda melihat skenario tersebut di alam, simpulan objek itu bisa jadi bintang," kata dia.
Penerjemah: Indra Arief Pribadi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014