Jakarta (ANTARA) -
Pakaian adat Riau merupakan bagian dari salah satu warisan budaya Melayu, tidak hanya memiliki nilai estetika tinggi, tetapi juga kaya akan makna sejarah dan filosofi. Busana tradisional ini mencerminkan keindahan budaya dan kearifan lokal masyarakat Riau yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Terletak di pesisir Pulau Sumatra dengan luas wilayah 632,26 km², Provinsi Riau memiliki kebudayaan yang dipengaruhi oleh berbagai pendatang, terutama Melayu dan Islam. Pengaruh ini tercermin dalam berbagai aspek kebudayaan, mulai dari kesenian hingga pakaian adat masyarakat Riau.

Dapat diketahui, budaya Riau memiliki kesamaan dengan kebudayaan di Sumatra, Malaysia, dan Singapura, karena kedekatan wilayahnya. Akibatnya, kebudayaan khas Riau didominasi oleh suku Melayu.

Pakaian adat Riau merupakan salah satu unsur budaya Melayu yang telah berintegrasi dengan nilai-nilai agama Islam. Desain busana adat Riau dirancang untuk selaras dengan kultur masyarakat Indonesia. Dengan demikian, nerikut merupakan penjelasan mengenai jenis, sejarah, dan filosofi singkat baju adat Riau.

Jenis-jenis baju adat Riau

Menurut berbagai sumber resmi, baju adat Riau terdiri dari beberapa jenis yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Untuk mengetahui lebih lanjut, simak penjelasan berikut ini:

Laki-laki

1. Baju melayu cekak musang

Terdiri dari celana, kain, dan songkok (topi/peci tradisional Melayu). Baju ini biasanya dikenakan untuk acara keluarga, seperti kenduri.

2. Baju melayu gunting cina

Terbuat dari kain satin atau sutra berkualitas tinggi. Pakaian ini digunakan dalam kegiatan atau upacara yang bersifat tidak resmi.

3. Baju melayu teluk belaga

Setelan baju ini meliputi celana, kain sampin, dan penutup kepala songkok.

Perempuan

Tudung/Penutup Kepala dan Sanggul

Pemakaian baju adat perempuan di Riau dilengkapi dengan tudung atau penutup kepala serta sanggul. Sanggul terdiri dari tiga jenis: siput cekak, siput tegang, dan siput lintang.

1. Baju kurung khas riau

Baju Kurung terdiri dari selendang dan kain. Selendang biasanya dipakai tanpa melingkar, tetapi dibiarkan lepas di bahu.

2. Baju kebaya labuh

Kebaya Labuh terbuat dari kain tenun khas Riau dan terdiri dari kain serta selendang. Panjang lengan baju sekitar dua jari dari pergelangan tangan, dan lebarnya sekitar tiga jari dari permukaan lengan, agar gelang yang dikenakan perempuan bisa terlihat. Kedalaman baju bervariasi, dari atas betis hingga sedikit ke atas.

Sejarah singkat baju adat Riau

Catatan Tiongkok mencatat bahwa pada abad ke-13, masyarakat Melayu, baik pria maupun wanita, hanya mengenakan penutup tubuh bagian bawah. Seiring waktu, perempuan Melayu mulai memakai sarung dengan model "berkemban," yaitu melilitkan sarung di sekitar dada. Celana juga diperkenalkan dengan model "Gunting Aceh," yang panjangnya sedikit di bawah lutut.

Pada saat itu, perdagangan memperkenalkan pengaruh budaya asing dari Tiongkok, India, dan Timur Tengah kepada masyarakat Melayu, termasuk cara berpakaian dari budaya-budaya tersebut. Pengadopsian Islam juga mempengaruhi cara berpakaian, dengan kewajiban menutup aurat bagi pria dan wanita.

Pada abad ke-15, karya sastra Sejarah Melayu menggambarkan secara jelas pakaian Melayu, termasuk baju kurung yang sudah ada sejak saat itu, awalnya berupa berkemban dan kemudian berkembang menjadi pakaian penutup aurat.

Desain dan motif baju ini terus berkembang hingga saat ini. Menurut buku Pakaian Patut Melayu oleh Dato' Haji Muhammad Said Haji Sulaiman, baju Melayu modern juga dipengaruhi oleh masa pemerintahan Sultan Abu Bakar pada tahun 1800 di Teluk Belanga, Singapura.

Sementara itu, Mattiebelle Gettinger menyebutkan bahwa baju kurung telah dikenakan oleh penari istana di Palembang dan menjadi pakaian populer di Sumatera pada abad ke-20.

Filosofi keunikan baju adat Riau

Filosofi di balik baju adat Riau sangat erat kaitannya dengan ajaran Islam dan nilai-nilai budaya Melayu. Pakaian yang tertutup dan sederhana ini mencerminkan penghormatan terhadap ajaran agama serta kearifan lokal yang menekankan kesopanan dan kehormatan.

Filosofi baju adat Riau ini juga tidak hanya berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh, tetapi juga memiliki peran simbolis yang mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakatnya.

Lambang-lambang pada pakaian ini mencerminkan norma agama, adat istiadat, dan nilai sosial. Selain itu, baju adat ini juga memiliki makna fungsional sebagai penjemput budi, penutup malu, dan penolak malapetaka.

Tidak hanya itu, baju adat Riau juga mengandung filosofi dan nilai-nilai khusus yang tercermin dalam warna, bentuk, dan modelnya. Warna yang dominan meliputi kuning keemasan, hijau lumut, dan merah darah, yang diwariskan secara turun-temurun sejak zaman nenek moyang Melayu di Tanah Kuning Sassy.

Dapat diketahui, setiap motif dan warna yang digunakan juga memiliki makna tertentu, seperti warna kuning yang melambangkan kebesaran, atau warna hijau yang mencerminkan keagungan Islam. warna-warna ini juga tampak dalam jilbab rumbai Riau yang digunakan dalam acara pernikahan adat atau upacara budaya Melayu.

Baca juga: Jenis-jenis baju adat Sumatra Utara untuk pria

Baca juga: Kenali baju adat Sumatra Utara. filosofi dan sejarahnya

Baca juga: Mengenal pesa'an, kebaya Madura serta filosofinya

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024