Depok (ANTARA News) - Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Wiranto, menegaskan bahwa untuk saat ini belum saatnya TNI mempunyai hak pilih untuk mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009.
"Pemahaman politik masyarakat Indonesia masih sangat rendah, dan ini akan mempengaruhi hal-hal yang sangat mendasar dalam berdemokarsi," katanya usai menjadi pembicara pada acara seminar dengan tema "Hak Pilih TNI Dilema Profesionalisme Militer", di Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Jumat.
Ia mengatakan, jika para prajurit ditanya akan memilih apa tidak, maka dapat dipastikan akan bingung menjawabnya.
Hal tersebut, katanya, juga terkait dengan Sapta Marga yang mewajibkan setiap prajurit patuh dan taat pada pimpinan. "Ini akan menjadi pertentangan psikologis bagi prajurit tersebut," katanya.
Wiranto juga tidak bisa memastikan kapan waktunya TNI mempunyai hak pilih. "Yang jelas, sampai prajurit tersebut benar-benar mengetahui suara yang diberikan akan mempunyai makna yang sangat penting," katanya.
Ia menegaskan, "Jika ingin mengetahui benar kapan waktunya memang perlu bentuk analisis komprehensif tentang hal tersebut. Jadi, jangan kita berjudi dengan permasalahan tersebut."
Wiranto mengemukakan, jika hak pilih TNI direalisasikan, maka akan lebih banyak mudharatnya dibandingkan dengan manfaatnya. Mudharatnya, menurut dia, dapat menciptakan situasi rawan konflik internal, bahkan dikhawatirkan menjurus pada proses disintegrasi bangsa.
Selain itu, ia juga menilai, penggunaan hal pilih bagi TNI tanpa adanya persiapan yang matang dapat menganggu upaya peningkatan profesionalisme sekaligus menganggu upaya implementasi netralitasnya.
"Kebaikan hanya hak politik TNI terealisasikan," demikian Wiranto. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006