Lima, Peru (ANTARA News) - Pengadilan Peru menutuskan hukuman penjara 20 tahun terhadap mantan kepala dinas rahasi Peru, Vladimir Montesinos untuk tindakan melanggar hukum menjual senjata ilegal kepada kelompok pemberontak Kolombia pada akhir tahun 1990-an. Keputusan pengadilan tersebut adalah hukuman kuriungan terlama yang dijatuhi bagi Montesinos yang kini menjalani kukuman penjara 15 tahun atas kesalahan melakukan penyuapan media massa pada masa pemerintahan presiden Alberto Fujimori tahun 1990-2000, yang berakhir dengan terbongkarnya skandal korupsi dan pelanggaran hak azazi manusia. Sidang pengadilan Montesinos dengan 35 orang lainnya selama tiga tahun terakhir digelar setelah para penyelidik mencari dokumen sebagai bukti dari penjualan senjata sebanyak 10 ribu pucuk kepada Angkata Bersenjata Revolusi Kolombia (FARC) yang melakukan aksi pemberontakan selama empat dekade . Montesinos dinyatakan bersalah atas tuntutan melakukan penyelundupan dan penjualan senjata secara ilegal serta pelanggaran atas kedaulatan satu negara demikian dikatakan oleh jaksa penuntut umum Juan Portocarrero. Mantan kepala dinas rahasia itu mengenakan setelan biru dengan jaket yang berwarna sama pada saat hakim membacakan putusan pengadilan. "Keputusan ini akan memberikan dampak positif bagi sistem anti korupsi karena secara umum hal itu menunjukkan objektivitas pengadilan," kata Portocarrero. Pengadilan juga memerintahkan Montesinos dan sembilan terdakwa lainnya membayar denda sebesar 10 juta soles (3,1 juta dolar AS) kepada pemerintah Peru. Diantara mereka yang menjadi terdakwa ada Charles Acelor seorang warga Perancis dan Juan Manuel Lopez asal Spanyol yang masing-masing dijatuhi hukuman selama 15 tahun. Montesinos, 61, ditahan dengan sistem penjagaan yang ketat di pangkalan Angkatan Laut di luar kota Lima. Fujimori mencari suaka kepada pemerintah Jepang setelah pemerintahannya terguling dan kini berada di Chile dan kemungkinan akan menjalani ekstradisi ke Peru untuk menghadapi tuntutan atas kejahatan pembunuhan dan korupsi, demikian Reuters.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006