Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) Seri FR0105 dengan tenor 40 tahun, melalui mekanisme private placement senilai Rp3 triliun pada 27 Agustus 2024 yang transaksinya telah dilaksanakan pada 22 Agustus 2024.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyebutkan, SUN ini merupakan instrumen obligasi negara dengan tenor terpanjang yang ditawarkan di pasar domestik saat ini.

Transaksi surat utang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 51/PMK.08/2019 tentang Penjualan SUN Dengan Cara Private Placement.

“Untuk penerbitan selanjutnya diharapkan dapat dilakukan melalui mekanisme lelang secara reguler,” kata Direktur Surat Utang Negara DJPPR Deni Ridwan dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Secara rinci, SUN ini diterbitkan dengan status dapat diperdagangkan.

Tingkat kupon yang diberikan dalam penerbitan SUN sebesar 6,875 persen tetap (fixed rate) per tahun, dengan imbal hasil atau yield 6,930 persen.
SUN dengan seri FR0105 ini akan jatuh tempo pada 15 Juli 2064.

Deni mengatakan, langkah strategis ini merupakan bagian integral dari upaya pemerintah dalam pendalaman pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik, khususnya mendukung pertumbuhan industri dana pensiun dan asuransi yang membutuhkan instrumen investasi jangka panjang dengan tingkat risiko yang terukur.

“Melalui langkah ini, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri keuangan domestik serta memperkuat fondasi ekonomi nasional,” ujarnya.

Penerbitan ini juga sejalan dengan POJK Nomor 36/POJK.05/2016 Tahun 2016 tentang Perubahan POJK Nomor 1/POJK.05/2016 tentang Investasi Surat Berharga Negara Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank untuk pilihan instrumen investasi kepada lembaga jasa keuangan non bank tanpa mengabaikan aspek keamanan, kesesuaian dengan karakteristik liabilitas lembaga jasa keuangan non bank, imbal hasil yang diperoleh, dan peranan investor domestik.

Penerbitan SUN baru ini didasari oleh perlunya penguatan lembaga jasa keuangan seiring meningkatnya pertumbuhan industri keuangan non bank.

Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia Abdul Hadil mengatakan, salah satu upaya peningkatan tata kelola investasi untuk perusahaan perasuransian dan dana pensiun yakni mendorong lembaga jasa keuangan untuk menyesuaikan durasi aset investasi yang dikelola sesuai dengan durasi kewajiban kepada para peserta program asuransi dan dana pensiun.

Mengingat bahwa sebagian kewajiban perusahaan perasuransian dan dana pensiun memiliki durasi jangka panjang, maka terdapat kebutuhan adanya instrumen investasi dengan tenor panjang yang memiliki risiko rendah, namun dapat menawarkan imbal hasil yang cukup kompetitif.

“Kami dari asosiasi perusahaan perasuransian dan dana pensiun secara intens telah melakukan audiensi dengan Pemerintah terkait dengan kebutuhan instrumen investasi, dalam hal ini Surat Berharga Negara (SBN), dengan tenor yang lebih panjang dibandingkan dengan yang selama ini sudah diterbitkan oleh Pemerintah di pasar domestik,” ucap Abdul Hadil.

Menurutnya, investasi pada instrumen jangka panjang tersebut sejalan dengan arah kebijakan OJK untuk terus mendorong pertumbuhan industri keuangan yang sehat dan berkelanjutan.

Sementara, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila menyatakan bahwa OJK menyambut baik keputusan Pemerintah untuk menerbitkan SBN bertenor panjang ini agar lembaga jasa keuangan memiliki lebih banyak opsi dalam menjalankan arah kebijakan dari OJK tersebut.

“Langkah ini tidak hanya akan meningkatkan ketahanan industri keuangan, tetapi juga mendukung pendalaman pasar SBN domestik dan pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Iwan.

Baca juga: Pemerintah serap Rp8 triliun dari lelang tujuh seri SBSN
Baca juga: Kemenkeu pertimbangkan penurunan bunga SBN 10 tahun jadi 6,9 persen
Baca juga: Banggar DPR minta pemerintah turunkan target SBN di RAPBN 2025

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024