Jakarta (ANTARA) - Mantan General Manager (GM) PT Antam Tbk Abdul Hadi Aviciena didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp92,25 miliar dalam kasus dugaan korupsi jual beli logam mulia emas PT Antam Tbk.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Bagus Kusuma Wardhana menyebutkan kerugian negara antara lain disebabkan lantaran Abdul tidak memonitor pelaksanaan opname stok dari kantor Pulogadung pada 2018, padahal opname stok wajib dilaksanakan secara berkala per triwulan pada semua Butik Antam, termasuk pada BELM Surabaya 01, yang pada tahun 2018 sedang mengalami peningkatan angka penjualan emas yang besar.

"Perbuatan Abdul mengakibatkan kerugian negara berupa kekurangan fisik emas Antam di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 sebanyak 152,8 kilogram (kg) atau senilai Rp92,25 miliar," ujar Bagus dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.

Dengan demikian, perbuatan Abdul diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain tidak memonitor pelaksanaan opname stok, Abdul juga didakwa tidak pernah melakukan pengendalian atas adanya transaksi senilai lebih dari Rp2 miliar yang terjadi di BELM Surabaya 01 pada transaksi sejak 1 Januari-31 Desember 2018.

Sejak periode tersebut, Abdul pun tidak melakukan pengendalian dengan membiarkan penyangga (buffer) stok di BELM Surabaya 01 lebih dari 20 kg, sedangkan batas maksimal penyangga stok butik yang seharusnya sebesar 20 kg.

JPU menjelaskan, salah satu penyebab kurangnya fisik emas Antam di BELM Surabaya 01, antara lain akibat Abdul yang telah menyetujui permintaan pengusaha, Budi Said, yang disampaikan hanya melalui telepon oleh penghubung atau broker, Eksi Anggraeni, untuk memenuhi permintaan emas sebanyak 100 kilogram (kg) dengan menyalahi prosedur.

Selain itu, Eksi juga telah menerima secara tidak sah kelebihan emas Antam sejumlah 94,66 kg senilai Rp57,17 miliar yang tidak tercatat secara resmi dalam faktur pembelian yang diterbitkan oleh BELM Surabaya 01, dari total temuan kekurangan stok emas sejumlah 152,8 kg atas opname stok emas Antam yang dilaksanakan pada BELM Surabaya 01.

JPU menceritakan pada awalnya, Abdul bertemu dengan Eksi agar Antam dapat meningkatkan penjualan untuk memenuhi pencapaian target, akan tetapi dengan cara menyalahi prosedur yang berlaku di Antam.

Cara itu dilakukan Abdul dengan melibatkan Budi, Marketing Representatif Asisten Manager atau Kepala BELM Surabaya 01 Antam Endang Kumoro, General Trading and Manufacturing Service Antam Pulogadung sekaligus tenaga perbantuan di BELM Surabaya 01 Antam Ahmad Purwanto, serta Bagian Administrasi Kantor atau Back Office BELM Surabaya 01 Antam Misdianto.

Abdul kemudian menyetujui permintaan Budi melalui telepon oleh Eksi untuk memenuhi permintaan emas sebanyak 100 kg yang dilakukan dengan menyalahi prosedur, di mana seharusnya permintaan opname emas oleh BELM Surabaya 01 diawali dengan permintaan Endang.

Permintaan Endang pun, sambung JPU, seharusnya diajukan terlebih dahulu melalui sistem ke Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Antam di Pulogadung melalui Manager Retail Nuning Septi Wahyuningtyas.

Selanjutnya berdasarkan permintaan Budi, Abdul secara tidak sah dan menyalahi prosedur mengirimkan emas sebanyak 100 kg yang diterima oleh Budi bersama-sama dengan Eksi melalui Endang, Ahmad, dan Misdianto pada BELM Surabaya 01.

Padahal berdasarkan faktur resmi yang telah diterbitkan oleh BELM Surabaya 01, pembayaran yang dilakukan Budi sebesar Rp25,25 miliar merupakan pembayaran emas sebanyak 41,86 kg, sehingga Budi menerima kelebihan emas sebanyak 58,13 kg yang tidak dibayar.
Baca juga: Kejagung tetapkan 6 eks GM UBPPLM Antam sebagai tersangka korupsi
Baca juga: Kejagung sita aset tersangka korupsi 109 ton emas
Baca juga: Kejagung tetapkan tujuh tersangka baru dalam kasus korupsi emas Antam

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024