"Cara bertindak dan penggunaan alat kekuatan harus sesuai dengan prinsip proporsional, jika pendekatan persuasif tidak dapat dijalankan dan situasi tidak terkendali,"
Semarang (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah meminta aparat kepolisian memedomani prosedur standar operasional dalam melaksanakan pengamanan kegiatan menyampaikan pendapat dimuka umum atau demonstrasi.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah Siti Farida di Semarang, Selasa, menyebut telah berkoordinasi dengan Kapolrestabes Semarang berkaitan dengan penanganan aksi di depan DPRD Kota Semarang pada 26 Agustus 2024.

Menurut dia, terdapat tiga peraturan yang menjadi pedoman kepolisian dalam bertindak, yakni Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006, Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009, dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.

"Cara bertindak dan penggunaan alat kekuatan harus sesuai dengan prinsip proporsional, jika pendekatan persuasif tidak dapat dijalankan dan situasi tidak terkendali," katanya.

Menurut dia, fungsi intelijen harus dimaksimalkan untuk mengukur potensi kualifikasi dan kuantitas gangguan.

Farida menegaskan upaya maksimal aparat dalam mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis dalam menjaga demonstrasi.

Ia menuturkan tindakan yang berpotensi melanggar peraturan harus dicegah, terutama yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Sebelumnya, polisi membubarkan paksa aksi mahasiswa di depan Kantor DPRD Kota Semarang pada Senin (26/8) petang.

Sempat terjadi aksi dorong antara mahasiswa dan petugas kepolisian yang berjaga.

Dalam aksinya, para mahasiswa merusak dua pintu gerbang kompleks kantor yang berada satu lokasi dengan kantor Wali Kota Semarang.

Polisi mendorong massa mahasiswa ke arah Utara di Jalan Pemuda dengan menggunakan mobil meriam air dan tembakan gas air mata.

Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024