Masih ada sekitar 7,2 juta orang yang belum mendapatkan pekerjaan.
Jakarta (ANTARA) - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta pemerintah untuk mengambil langkah yang cepat dan tepat untuk mengatasi lonjakan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.

Direktur Program Indef Eisha Rachbini dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Selasa, mengatakan dalam jangka pendek pemerintah harus fokus pada upaya menjaga daya beli masyarakat.

Beberapa langkah yang bisa diambil, antara lain pemberian subsidi kepada pekerja yang terkena PHK, menyediakan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka agar bisa bekerja di sektor lain, dan menghubungkan mereka dengan peluang kerja baru.

“Jadi masa tunggu untuk mencari pekerjaan bisa dipercepat,” ujarnya.

Sementara itu, untuk mengatasi masalah PHK secara mendasar, Eisha menyebut pemerintah perlu melakukan transformasi ekonomi jangka panjang.

Beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan, antara lain reindustrialisasi, peningkatan iklim usaha, optimalisasi hilirisasi sumber daya alam, dan mendatangkan investasi yang dapat membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat Indonesia.

Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), sejak Januari hingga Mei 2024, terdapat 20-30 pabrik telah gulung tikar, mengakibatkan 10.800 karyawan kehilangan pekerjaan.

Kementerian Perindustrian juga melaporkan enam pabrik besar telah tutup hingga Juni 2024, yakni PT Dupantex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusuma Putra Santosa, PT Pamor Spinning Mills, PT Sai Aparel di Jawa Tengah, serta PT Alenatex di Jawa Barat, dengan total 11.000 buruh terkena PHK.

Eisha lebih lanjut menjelaskan, fenomena PHK ini erat kaitannya dengan perlambatan sektor industri manufaktur, yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.

Industri manufaktur, terutama sektor tekstil, tengah mengalami penurunan daya saing yang signifikan. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti perlambatan permintaan global, ketergantungan terhadap bahan baku impor, dan kenaikan biaya produksi.

“Bahan baku, logistik, dan gejolak geopolitik sudah membuat struktur biaya meningkat. Mungkin mereka sudah mencoba memperkecil margin penjualannya, tetapi ketika tidak bisa menanggung kenaikan biaya, mereka harus mem-PHK beberapa pekerjanya,” ujar Eisha.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2024, tingkat pengangguran terbuka tamatan sekolah menengah kejuruan (SMK) masih merupakan yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya, yaitu sebesar 8,62 persen. Lalu, tingkat pengangguran tamatan SMA sebesar 6,73 persen.

Sementara itu, tingkat pengangguran pada lulusan Diploma IV, S1, S2, dan S3 meningkat dari 5,52 persen pada Februari 2023, menjadi 5,63 persen pada Februari 2024.

Jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) di Indonesia mencapai 214 juta orang. Dari jumlah itu, hanya sekitar 69,8 persen atau 149,38 juta orang yang bekerja. Masih ada sekitar 7,2 juta orang yang belum mendapatkan pekerjaan.
Baca juga: Kemnaker tangani 3.156 kasus perselisihan, mayoritas terkait PHK
Baca juga: BEI buka suara terkait kabar PHK karyawan imbas terima suap IPO


Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024