Kalau sekarang banyak anak SD, SMP harus cuci darah karena ginjalnya bocor. Harus mendapat perawatan karena jantungnya bengkak karena diabetes yang tidak terkontrol
Jakarta (ANTARA) - Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pendidikan dan Kesehatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Amurwani Dwi Lestariningsih menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar masyarakat memahami bahaya makanan dan minuman dengan gula tinggi bagi kesehatan.

"Bagaimana masyarakat itu bisa memahami kalau makanan dan minuman dengan gula yang sangat tinggi itu akan menjadikan anak tidak sehat dan anak-anak menjadi rentan dan tidak punya harapan hidup yang lebih lama," kata Amurwani Dwi Lestariningsih di Jakarta, Selasa.

Pihaknya pun sangat prihatin dengan sejumlah kasus anak yang harus menjalani cuci darah lantaran menderita ginjal bocor.

"Kalau sekarang banyak anak SD, SMP harus cuci darah karena ginjalnya bocor. Harus mendapat perawatan karena jantungnya bengkak karena diabetes yang tidak terkontrol. Ini kan mencemaskan untuk 10 tahun kemudian, 15 tahun kemudian. Tidak sekarang, tetapi kita lihat jangka panjangnya seperti apa," kata Amurwani Dwi Lestariningsih.

Menurut dia, penyebab sejumlah penyakit sillent killer ini patut diwaspadai.

"Anak-anak yang sekarang gagal ginjal, kena diabetes itu prosesnya bukan setahun, dua tahun. Mungkin dari proses yang sangat lama, 5 tahun, 10 tahun lalu, dia makan (bergula tinggi) terus seperti itu, tiba-tiba jantungnya bengkak, tiba-tiba dia enggak bisa apa-apa, ternyata gula-nya sampai 800 mg/dL," katanya.

Pihaknya pun mengajak masyarakat agar memanfaatkan sumber pangan lokal untuk diolah dan disajikan untuk memenuhi gizi seimbang bagi keluarga.

"Nasi pecel, gado-gado itu ternyata lebih bergizi ya daripada makanan-makanan junk food yang gampang diperoleh," katanya.

Baca juga: Menkes sebut sekitar 13 persen populasi Indonesia alami penyakit gula
Baca juga: Diet sayur dan rendah gula bantu kurangi risiko penyakit gagal jantung
Baca juga: Tindakan penanganan saat merasakan gejala hipoglikemia

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024