Untuk kebijakan yang memiliki dampak sosial, politik dan ekonomi yang luas, nanti presiden terpilih yang akan menetapkan dan menyampaikan
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih berkoordinasi dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto soal kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.

“Kami terus berkomunikasi dan berkonsultasi dengan presiden terpilih,” kata Sri Mulyani saat ditemui di Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa.

Menurutnya, ada beberapa hal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masih dikoordinasikan dengan tim presiden terpilih, baik dari sisi penerimaan maupun belanja negara. Selain PPN, misalnya, juga termasuk kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

Namun, kepastian dari berbagai program tersebut akan diumumkan oleh Prabowo setelah pelantikan presiden.

“Untuk kebijakan yang memiliki dampak sosial, politik dan ekonomi yang cukup luas, nanti presiden terpilih yang akan menetapkan dan menyampaikan. Kami terus berkoordinasi dengan intensif,” ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Ekonom CSIS nilai aturan PPN 12 persen perlu dievaluasi 

Baca juga: Menkeu beri sinyal soal kelanjutan rencana PPN 12 persen

Sebelumnya, saat Konferensi Pers RAPBN 2025 di Jakarta beberapa waktu lalu, Sri Mulyani menjelaskan Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah menyadari kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tersebut.

“Sudah disampaikan di dalam kabinet, presiden terpilih maupun presiden sekarang sangat menyadari mengenai UU HPP itu,” kata Sri Mulyani.

Dalam UU HPP disebutkan bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022, dan kembali dinaikkan 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.

Kendati demikian, UU HPP juga memberikan ruang untuk mengubah PPN menjadi paling rendah 5 persen dan maksimal 15 persen.

Pemerintah menargetkan untuk meningkatkan pendapatan negara sebesar 6,4 persen pada tahun depan, yakni menjadi Rp2.996,9 triliun. Dari jumlah itu, Rp2.490,9 triliun di antaranya berasal dari penerimaan pajak.

“Nanti akan kita lihat potensi ekonomi, rasio pajak, ekstensifikasi dan lain-lain,” ujar dia.

Menkeu juga menyoroti bahwa Pemerintah telah memberikan kebijakan pembebasan PPN pada sejumlah kelompok, seperti kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan dan transportasi. Bendahara Negara itu menyebut insentif ini dinikmati pada kelompok kelas menengah hingga atas.

“UU HPP sangat menjelaskan bahwa barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi itu tidak kena PPN,” tambah Menkeu.

Baca juga: Menkeu: Defisit RAPBN 2025 jaga keseimbangan program pemerintah baru

Baca juga: Menkeu pastikan Makan Bergizi Gratis juga sasar ibu hamil dan balita

Baca juga: Soal kritik rupiah di RAPBN 2025, Menkeu: Ketidakpastian masih tinggi


Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024