Jakarta (ANTARA) - Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan budaya. Salah satu kekayaan itu tercermin dalam pakaian penghulu dan bunda kandung (bundo kanduang), yang biasa ditemui dalam acara-acara adat Sumatera Barat.

Penghulu adalah pakaian adat Sumatera Barat bagi laki-laki, sedangkan yang perempuan akan mengenakan bunda kandung.

Kedua pakaian adat ini biasanya digunakan oleh tokoh yang memiliki pengaruh di lingkungan masyarakat Sumatera Barat. Keduanya juga mengandung filosofi tersendiri baik dari aspek unsur dan ornamennya maupun dari segi pemakaiannya. 

Melansir dari buku Pakaian Adat Tradisional Daerah Sumatera Barat terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1986 , berikut adalah pakaian adat penguhulu dan bunda kandung beserta filosofinya:

1. Pakaian adat Sumatera Barat penghulu

Pakaian adat ini digunakan oleh laki-laki Sumatera Barat, khususnya yang memiliki peran yang sangat penting sebagai ninik mamak atau penghulu.

Penghulu merupakan pemimpin suku yang mengatur anggota keluarga dalam sukunya.

Pakaian penghulu memakai baju hitam longgar, yang terbuat dari beludru atau saten yang ditaburi dengan benang emas sebagai ukiran.

Baju hitam ini tidak berbuah (kancing), lengannya besar dengan panjang hanya sedikit di bawah siku, tidak mempunyai saku, leher tidak berkatuk hanya dibelah sampai ke dada.

Baju hitam penghulu ini melambangkan keterbukaan pemimpinan dan kelapangan dadanya menerima segala umpat-puji sepanjang hari dari masyarakat.

Desain tanpa saku dan leher yang tidak berkatuk sampai ke dada, melambangkan bahwa penghulu tidak pandai menggunting dalam lipatan. Sedangkan baju yang longgar mempunyai lambang kesabaran, beralam lebar, dan berpandangan lapang.

Pemakaian celana lapang berwarna hitam yang berbahan beludru atau saten, melambangkan langkah yang selesai untuk menjaga segala kemungkinan musuh yang datang tiba-tiba. Walaupun lapang, tetapi langkah itu sendiri ada batas-batasnya dan tata tertibnya.

Penggunaan saluak sebagai penutup kepala penghulu melambangkan aturan hidup orang Minangkabau. Hal ini dilambangkan dengan lipatan-lipatan berjumlah 5 yang tersusun dari atas ke bawah atau sebaliknya.

Pinggangnya diikat dengan cawek atau ikat pinggang terbuat dari kain sutera pakai jumbai (bajambua alai) dan diselipkan sebuah keris dengan miring ke kiri untuk melambangkan keberanian, yang dimiringkan ke kiri supaya berpikir dahulu dengan dalam sebelum mencabut keris tersebut.

Memakai kain sandang atau kain kaciak terbuat dari kain cindai, melambangkan kebesaran seorang penghulu (ninik mamak) di Minangkabau. Kain sandang ini melambangkan untuk pemilih yang menjadi kunci penyimpan kekayaan dan pembuka untuk bersedekah.

Selain itu, penghulu juga menggunakan tongkat untuk berjalan di malam hari atau berdiri lama. Ujungnya berlapis tanduk, kepalanya dihiasi dengan perak yang
melambangkan kemampuan dan kemakmuran negari, berisi pisau/tombak yang tidak kelihatan dari luar.

Tongkat melambangkan komando anak kemenakan, untuk mengingatkan bahwa penghulu punya penongkat atau pembantu dalam menjalankan jabatannya.

Baca juga: Lebih dekat dengan pakaian pengantin Sumatera Barat
Baca juga: Mengenal pakaian adat Jawa Tengah dan filosofinya 


2. Pakaian adat Sumatera Barat bunda kandung

Pakaian adat ini digunakan oleh perempuan Sumatera Barat yang diangkat sebagai bunda kandung (bundo kanduang). Orang yang dapat dijadikan bunda kandung biasanya wanita arif bijaksana, peti ambon puruak artinya tempat menyimpan atau pemegang harta pusaka kaumnya (sukunya).

Pakaian adat bunda kandung terdapat tengkuluk tanduk untuk menutup bagian kepala. Kepala bunda kandung pada upacara-upacara adat akan ditutup dengan tengkuluk ikek atau tengkuluk tanduk yang berbahan dasar kain balapak tenunan Pandai Sikat Padang Panjang.

Bentuk tengkuluk ini seperti tanduk kerbau yang kedua ujungnya runcing ditutup dengan yang sebelah kiri, sedangkan ujung sebelah kanan dibiarkan jatuh di atas bahu.

Kedua ujungnya memakai rumbai yang terbuat dari emas atau loyang sepuhan dan bagian atas kepala berbentuk datar yang melambangkan bahwa dalam memutuskan sesuatu haruslah dengan musyawarah dan hasilnya harus datar atau adil.

Tengkuluk tanduk melambangkan rumah gadang (besar) atau rumah adat Minangkabau, karena anggota masyarakat beranggapan bahwa rumah adat itu milik kaum wanita atau kaum ibu.

Bunda kandung memakai baju kurung yang umumnya berwarna hitam, merah, biru, atau lembayung yang dihiasi dengan benang emas dan pinggir lengan kiri dari kanan serta pinggir bagian bawah baju kurung ini diberi minsia atau jahitan tepi dengan benang emas.

Baju kurung ini mempunyai fungsi sosial dan estetis. Jahitan pinggir atau minsia melambangkan demokrasi yang luas di Minangkabau, tetapi berada pada batas-batas tertentu di lingkungan alur dan patut.

Setelah baju dipakai, di atas bahu kanan kerusuk kiri dipakaikan salempang atau selendang berbahan kain balapak hasil tenunan Pandai Sikat Padang Panjang, melambangkan tanggung jawab yang harus dipikul oleh bunda kandung dalam melanjutkan keturunan.

Bunda kandung juga memakai kodek atau kain sarung sampai ke mata kaki, berupa kain balapak bersulam benang emas, tenunan Pandai Sikat juga melambangkan bahwa meletakkan sesuatu pada tempatnya.

Selain itu, bunda kandung mengenakan perhiasan sebagai pelengkap pakaiannya, di antaranya subang atau anting-anting yang terbuat dari emas dengan fungsi estetis, kalung terdiri dari kalung kuda, kalung paniaram dengan rumah adat, melambangkan bahwa kebenaran itu akan tetap berdiri dengan teguh, karena leher sebagai lambang kebenaran yang dilingkari dengan kalung emas.

Kemudian memakai perhiasan gelang berupa gelang gadang (besar), gelang rago-rago dan gelang kunci manik, melambangkan bahwa semua yang dikerjakan harus dalam batas-batas kemampuan. Hal ini dilambangkan dengan jangkauan tangan, bila terlampau jangkau, akan tersangkut oleh gelang.

Pakaian penghulu dan bunda kandung bervariasi pada beberapa daerah tertentu. Namun, pada hakikatnya pakaian adat tersebut merupakan kesatuan dan bervariasi hanya pada bagian-bagian tertentu saja.

Baca juga: Daftar harga pakaian adat Bali dan kelengkapannya
Baca juga: Pahami unsur pakaian adat Bali dan kapan waktu mengenakannya

Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2024