Jakarta (ANTARA) - Pakaian pengantin adat daerah Sumatera Barat banyak digunakan oleh pasangan pengantin yang menggelar acara resepsi pernikahan dengan menggunakan konsep tradisional.

Pakaian pengantin adat Sumatera Barat memiliki ciri khas berwarna cerah seperti merah dengan melibatkan sejumlah aksesoris emas yang memberikan kesan mewah dan berwibawa bagi yang mengenakannya, baik untuk perempuan maupun laki-laki. Berikut pakaian pengantin adat di daerah Sumatera Barat:
 
Salah satu model mengenakan pakaian pengantin adat Minang saat Wedding Showcase dengan tema "Wedding Kita" di Hotel Santika Premiere Gubeng Surabaya. (ANTARA/HO-PR Hotel Santika Premiere Gubeng Surabaya)

1. Pakaian pengantin adat Padang Pesisir

Di daerah pesisir Sumatera Barat, seperti Pasaman, Pariaman, Padang, hingga Pesisir Selatan, bentuk pakaian adat pengantin cenderung serupa. Namun, perbedaannya dapat terlihat pada beberapa elemen aksesori pakaian adat, seperti pada hiasan atau tutup kepala.

Melansir dari buku Upacara Adat Perkawinan di Padang Pariaman Direktorat Jenderal Kebudayaan Museum Negeri Provinsi Sumatera Barat, pakaian adat Sumatera Barat untuk pengantin laki-laki disebut roki sejenis pakaian yang mirip dengan pakaian bergaya Eropa dari Portugis.

Ciri khas dari pakaian adat pengantin roki ini pada leher dan ujung lengan berhiasan renda putih, bagian bawah baju memiliki siba sehingga kelihatan lebih lebar. Baju roki terbuat dari bahan beludru merah, berlengan panjang dan berbelah di muka dihiasi dengan tanti atau taburan manik-manik berwarna keemasan.

Setelah kemeja putih, memakai rompi yang diikatkan pada bagian punggung, berukuran pendek sebatas pinggang. Sementara untuk celana roki terbuat dari bahan beludru atau saten hingga lutut dengan lingkaran kaki agak kecil dan bagian ujung kaki diberi hiasan renda benang emas.

Terdapat sejumlah aksesoris seperti kain songket berbentuk empat persegi panjang disisamping, ikek terdiri alas dua bagian yaitu kopiah terbuat dari kain songket yang menutupi kepala dan lingka/ikek terbuat dari kayu yang melingkari kopiah, memakai ikek pinggang yang terbuat dari bahan logam, memakai sakin atau keris yang disisipkan di pinggang dengan posisi miring ke kiri.

Memakai kalung yang terbuat dari loyang dan disepuh warna keemasan, serta sepatu kulit berwarna hitam atau gelap agak mengkilap bertumit sedikit dan kaus kaki putih yang panjangnya hingga lutut.

Sementara pakaian adat pengantin perempuan cenderung lebih dipengaruhi oleh budaya China. Untuk pakaian adat pengantin perempuan, memakai baju kurung bajaik terbuat dari kain saten atau beludru merah, pada kedua sisinya memakai siba, berhiaskan sulaman tangan yaitu benang emas dengan motif bunga, binatang, burung bagerai (hong)

Kemudian memakai penutup badan bagian bawah yaitu sarung/kodek terbuat dari kain songket warna dasar merah dengan hiasan songket benang makau/emas yang dililitkan dibagian pinggang dan belahan lipatan kain berada di bagian depan untuk memudahkan dalam berjalan .

Bagian dalam dari kain songket ini terlebih dahulu dilapisi dengan kain tetoron dengan warna yang sama dengan dasar kain sarung.

Memakai tokah sejenis salendang yang dipasangkan di badan bagian atas dari pinggang bagian belakang melalui ketiak dan bersilang di dada terbuat dari kain saten hijau atau merah pada kedua ujung tokah diberi hiasan sulaman warna keemasan dan bagian tengah tokah yang berada pada dada tidak ada hiasan.

Pada pakaian pengantin perempuan terutama terlihat pada perhiasan bagian kepalanya yang disebut dengan Sunting atau Suntiang.

Untuk daerah Pesisir dengan sunting kambang goyang yang berasal dari tumbuhan bunga ditata di atas kepala yang kemudian dibakukan ke dalam jenis logam berupa perak, emas, loyang dan tembaga.

Memakai sejumlah perhiasan di leher, dada, dan tangan. Untuk perhiasan leher/dada disebut juga dengan kalung dukuh yang disusun bertingkat, perhiasan tangan terdiri atas beberapa buah seperti gelang gadang, serta alas kaki menggunakan selop terbuat dari kain atau beludru merah bagian depan tertutup dihiasi dengan sulaman dan bertumit sedikit di belakang.
 
Anak-anak menggunakan pakaian adat Minang saat mengikuti pawai di kawasan Pantai Purus Padang, Sumatera Barat, Sabtu (28/10/2023). Pawai yang diikuti murid-murid sekolah di Padang Barat itu dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/hp

2. Pakaian pengantin adat Koto Gadang

Baju adat Koto Gadang berasal dari Nagari Koto Gadang, IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Baju adat Koto Gadang lebih tertutup dan pengantin perempuan tidak mengenakan sunting atau suntiang.

Baju adat Koto Gadang untuk pengantin perempuan bagian atasnya memakai baju kurung dengan bahan beludru dengan model baju yang longgar dan tidak membentuk lekuk badan dengan hiasan penutup kepala tikuluak talakuang atau tengkuluk talakuang berupa kain persegi bahan beludru dengan bentuk yang menyerupai kerudung yang memakai hiasan rajut atau bordir berwarna emas, serta bawahannya memakai kain songket atau kain tenun.

Sementara pengantin laki-laki, memakai Baju Gadang, hiasan pada kepala yang disebut deta atau destar, ada juga yang memakai baju roki, dan atasnya memakai baju yang berkerah berbentuk V, serta bawahannya memakai sarawa atau celana penghulu.

Serta memakai aksesoris biasanya mengenakan semacam keris di bagian pinggang dan tongkat kayu untuk dipegang dan memakai sejumlah perhiasan yang kurang lebih sama seperti pakaian pengantin laki-laki adat Pesisir.

Ciri khas dari Koto Gadang Sumatera Barat berwarna merah dan emas. Namun, baju adat Koto Gadang kini sudah beraneka ragam warnanya, seperti kuning keemasan, biru, ungu tua, ataupun hitam.

Baca juga: Payas Agung, pakaian adat pengantin Bali

Baca juga: Koteka, pakaian adat Papua yang ikonis

Baca juga: Terinspirasi Sang Hyang Widhi, ini filosofi pakaian adat Bali

Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024