Jakarta (ANTARA) - Koteka adalah pakaian tradisional khas Papua yang memiliki nilai budaya dan simbol yang sangat penting bagi masyarakat adat di wilayah pegunungan dan pedalaman tengah Papua.

Koteka diperkenalkan oleh para pengajar di Lembah Baliem, Pegunungan Jayawijaya pada masa kolonial Belanda pada akhir 1940 hingga 1950-an. Sebenarnya penggunaan pakaian ini sudah digunakan sejak ribuan tahun sebelumnya.

Koteka terbuat dari kulit labu air (lagenaria siceraria) yang dikeringkan dan dibentuk seperti selongsong panjang dan mengerucut di bagian ujungnya, lalu diberikan bulu ayam hutan atau burung cendrawasih.

Koteka digunakan sebagai pakaian penutup alat kelamin oleh kaum laki-laki di sana.

Penggunaannya umum ditemukan dalam beberapa suku di Papua, seperti suku Dani, Lani, dan Yali yang secara tradisional masih mempertahankan gaya berpakaian ini dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Penggunaan koteka lengkap dengan aksesoris lainnya biasa disebut pakaian Holim. Beberapa suku juga menyebutnya sebagai hilon, harim atau bobbe.

Secara fungsi, koteka tidak hanya berperan sebagai pakaian, tetapi juga merupakan simbol identitas, status sosial, dan kedewasaan.

Bentuk, ukuran, serta hiasan pada koteka dapat mencerminkan kedudukan seseorang dalam suku atau kelompoknya. Selain itu, koteka memiliki makna budaya yang mendalam karena dianggap sebagai wujud keaslian dan keunikan budaya Papua yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Meskipun koteka telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Papua, modernisasi dan pengaruh budaya luar perlahan mengubah pandangan terhadap penggunaannya.

Pemerintah pernah menggalakkan program "pakaian nasional" untuk menggantikan koteka dengan pakaian modern, dengan dalih kesehatan dan kepatutan. Namun, bagi banyak masyarakat adat Papua, koteka tetap dipertahankan sebagai simbol kebanggaan atas identitas budaya mereka.

Seiring waktu, koteka tidak lagi hanya menjadi pakaian sehari-hari, tetapi juga dikenakan dalam upacara adat, ritual keagamaan, dan pertunjukan budaya.

Dalam konteks modern, koteka sering kali tampil dalam festival budaya atau acara seni yang memperkenalkan kearifan lokal Papua kepada dunia luar. Melalui pelestarian ini, diharapkan koteka tetap menjadi simbol kuat dari keberagaman budaya Indonesia serta upaya menjaga identitas lokal di tengah arus globalisasi.


Baca juga: Linto Baro dan Daro Baro, lebih dekat dengan baju adat khas Aceh

Baca juga: Mengenal pakaian adat Jawa Tengah dan filosofinya 

Baca juga: Mengenal nama dan keunikan jenis baju adat Bali

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024