Virginia (ANTARA News) - Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan kekecewaan mereka setelah pemerintahan militer Thailand mengeluarkan keputusan yang melarang aktivitas politik di Thailand pasca kudeta.
Wakil jurubicara Deplu AS, Tom Casey di Washington, Kamis, mengatakan jika hal itu memang benar dinyatakan oleh pemerintahan militer di Thailand, maka hal itu akan bertentangan dengan pernyataan yang selama ini telah dikeluarkan pemimpin pemerintahan tersebut.
"Saya kira masih ada banyak pertanyaan mengenai apa yang mereka lakukan di sana. Namun, kami juga telah mendengar laporan (tentang pelarangan-red) tersebut, dan jika benar, maka itu menjadi langkah mundur bagi kehidupan demokrasi di Thailand dan saya kira juga akan bertentangan dengan apa yang dijanjikan oleh para pemimpin kudeta sebelumnya," katanya.
Dia menjelaskan jika pemerintahan militer memang bersungguh-sungguh akan segera menggelar pemilu dan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sipil yang terpilih, maka semestinya ada partisipasi yang tidak terbatas dari seluruh partai politik yang ada serta dari media untuk menuju kehidupan yang demokratis.
Sedangkan terhadap pernyataan pemimpin pemerintahan militer, Jenderal Sonthi Boonyaratglin bahwa demokrasi akan segera ditegakkan, dan perdana menteri baru akan segera dipilih, tapi demokrasi sendiri baru akan pulih dalam waktu yang tidak sedikit mengingat pemilu baru akan dilakukan pada tahun depan, dan sebuah konstitusi baru akan ditulis, Casey menjelaskan pemerintah AS akan menyerahkan sepenuhnya hal itu kepada penduduk Thailand.
"Namun tentu saja kami ingin melihat penyerahan ke pemerintah sipil segera dilakukan. dan untuk pelaksanaan pemilu, kami ingin melihat progres yang cepat," ujarnya.
Dia juga menambahkan evaluasi terhadap bantuan program AS kepada Thailand yang mencapai 14 juta dolar AS itu tetap akan dilaksanakan.
"Berdasarkan UU Bantuan Operasional Luar negeri (Foreign Operations Assistance Act) ke Thailand, ada sekitar 14 juta dolar AS pada Mei 2006. Seperti saya telah katakan, kami tengah menjalani sebuah review terhadap program nasional pemerintah AS itu untuk mengetahui kemana bantuan tersebut dan apakah ada program yang relevan dengan itu," kata Tom.
Dari angka tersebut, menurutnya, 4 miliar dolar AS berasal dari kombinasi dari Pembiayaan Militer Luar Negeri, dan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Tentara, demikian AFP.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006