...Gerakan Green Islam yang masih terfragmentasi dan cenderung fokus pada isu-isu lokal di sekitar mereka
Jakarta (ANTARA) -
Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menilai gerakan Green Islam harus didorong menjadi gerakan sosial yang masif dalam upaya menurunkan serta mengatasi krisis iklim yang tengah terjadi dewasa ini.
 
"Kita tahu bahwa lingkungan maupun iklim mengalami tantangan yang luar biasa. Untuk meresponnya tidak bisa mengandalkan institusi pemerintah, meskipun resource-nya jauh lebih baik. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri," ujar Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta Didin Syafruddin di Jakarta, Selasa.
 
Green Islam merupakan gerakan yang mendorong gaya hidup ramah lingkungan dan tindakan yang lebih berkelanjutan untuk melindungi lingkungan. Green Islam didasarkan pada nilai-nilai dan ayat-ayat dalam Al Quran yang mengajarkan untuk menjaga dan merawat lingkungan.
 
Sebanyak 140-an organisasi baik berbasis keagamaan maupun non-keagamaan, tergabung dalam gerakan tersebut. Mayoritas kelompok Green Islam terafiliasi secara struktural di bawah dua organisasi massa Islam terbesar di Indonesia yakni NU dan Muhammadiyah.

Baca juga: Tokoh agama dorong kesadaran moral atasi kerusakan lingkungan
 
Aktivisme Green Islam menggunakan identitas agama dalam merancang strategi dan program kerjanya. Contohnya, Komunitas Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA) memberdayakan ulama perempuan untuk menyebarkan pesan Green Islam melalui ceramah di masjid dan forum pengajian di masyarakat Aceh.
 
Selain itu Aisyiyah memberikan pendidikan lingkungan di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Ada juga Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) yang berkolaborasi dengan komunitas lokal di Jawa Timur dalam mengadvokasi konflik agraria antara petani setempat dan perusahaan perkebunan.
 
"Kami berharap program ini dapat menyebarluaskan makna Gerakan Green Islam, yang merupakan salah satu upaya dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim serta menjadi langkah nyata menuju terciptanya Indonesia yang hijau dan berkelanjutan," kata dia.
 
Kendati demikian Koordinator Riset Gerakan Green Islam Testriono mengatakan Gerakan Green Islam di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, yang menyebabkan gerakan ini belum berkembang menjadi sebuah gerakan besar yang dikenal luas dan berdampak signifikan.
 
“Menurut temuan penelitian PPIM ini ada beberapa faktor penyebabnya, seperti Gerakan Green Islam yang masih terfragmentasi dan cenderung fokus pada isu-isu lokal di sekitar mereka. Selain itu sebagian organisasi belum mampu mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki, sementara yang lain memang mengalami keterbatasan sumber daya," ujar Testriono.

Baca juga: Muhammadiyah berkomitmen jaga kebersihan lingkungan selama muktamar
 
Tantangan perkembangan Green Islam di Indonesia lainnya, lanjut dia, adalah terdapat kesenjangan pengetahuan antara aktivis dan konstituen, di mana pesan-pesan lingkungan yang disampaikan belum sepenuhnya dipahami atau diterima oleh masyarakat luas.
 
Terakhir, kata dia, pelibatan perempuan dalam Gerakan Green Islam belum maksimal, padahal peran mereka sangat penting dalam memperluas jangkauan dan pengaruh Gerakan Green Islam di Indonesia.
 
PPIM menawarkan beberapa rekomendasi. Pertama, perlunya memperluas kerja sama untuk pelestarian lingkungan. Dalam hal ini, institusi pemerintah seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Agama dapat memainkan peran signifikan untuk menjadikan agenda Green Islam menjadi agenda publik.
 
Kedua, perlunya memperkuat kemandirian. Dalam banyak kasus, faktor pendanaan merupakan salah satu kendala utama bagi gerakan Green Islam.

Untuk mengatasi masalah ini, Green Islam dapat menggunakan wakaf sebagai dana abadi terhimpun (endowment fund) untuk mendukung inisiatif-inisiatif pelestarian lingkungan.

Baca juga: Wahid Foundation arusutamakan Islam ramah lingkungan

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024