Ankara (ANTARA) - Pendiri dan CEO aplikasi perpesanan Telegram, Pavel Durov, ditangkap pada Sabtu (24/8) malam setelah tiba di Bandara Bourget Prancis dengan jet pribadi dari Azerbaijan.
Karir Durov, yang memiliki kewarganegaraan Prancis, Rusia, Uni Emirat Arab, dan St. Kitts and Nevis, ditandai dengan peningkatan cepat menuju ketenaran ketika Telegram semakin populer di seluruh dunia, dan menghasilkan kekayaan sebesar 15 miliar dolar AS (Rp170triliun).
Durov lahir pada tahun 1984 di Leningrad, yang kini dikenal sebagai St. Petersburg. Setelah lulus dari Universitas Negeri Saint Petersburg pada 2006, Durov mulai terlibat dalam pemrograman dan proyek internet.
Setahun kemudian, Durov bersama saudaranya, Nikolay, mendirikan VKontakte, sebuah situs web yang dijuluki sebagai Facebook versi Rusia yang dengan cepat menarik basis pengguna yang membengkak hingga lebih dari 20 juta.
Sebagai manajer umum situs tersebut, Durov meningkatkan kekayaannya menjadi sekitar 8 miliar rubel (sekitar 275,9 juta dolar AS/Rp4,2 triliun saat itu) pada 2011.
Namun, dia menjual sahamnya di VKontakte dan meninggalkan perusahaan serta Rusia pada 2014.
Sebelum kepergiannya, Durov mengklaim bahwa pejabat Rusia telah meminta perusahaannya untuk mengungkapkan data pengguna, permintaan yang kemudian ditolak Durov.
Telegram
Pada tahun 2013, Durov meluncurkan proyek Telegram, yang dianggap sebagai alternatif WhatsApp, dengan basis pengguna mencapai 950 juta pada Juli 2024.
Aplikasi ini populer di berbagai negara di seluruh dunia, termasuk di Rusia dan Ukraina. Aplikasi pesan itu digunakan secara aktif oleh pejabat serta pakar militer dan politik dari kedua belah pihak dalam perang yang sedang berlangsung.
Setelah menghadapi masalah dengan pejabat Rusia terkait VKontakte, Durov juga menjadi sorotan Dinas Pengawasan Komunikasi, Teknologi Informasi, dan Media Massa Rusia (Roskomnadzor) menyoal Telegram.
Aplikasi ini diblokir di Rusia pada 2018-2020 akibat gugatan tidak membagikan kode enkripsi kepada Dinas Keamanan Federal (FSB) negara tersebut.
Selama periode tersebut, Durov berpendapat bahwa memberikan kode enkripsi kepada badan intelijen akan menjadi pelanggaran Konstitusi terkait perlindungan hukum atas privasi.
Meskipun menghadapi masalah itu dengan otoritas Rusia, kekayaan Durov terus bertambah dan dia masuk dalam Bloomberg Billionaires Index untuk pertama kalinya pada Agustus 2024, menempati posisi dalam 300 teratas.
"Saya lebih suka bebas daripada menerima perintah dari siapapun," kata Durov dalam sebuah wawancara pada bulan April dengan jurnalis Amerika, Tucker Carlson.
Penahanan dan Dampaknya
Laporan di media Rusia dan Prancis menunjukkan bahwa Durov ditahan pada Sabtu karena memfasilitasi akses ke konten ilegal di Telegram.
Penahanan Durov di bandara di Paris memicu berbagai kontroversi. Elon Musk, pemilik X, juga menyerukan pembebasan Durov di platform media sosialnya.
"Liberte (Kebebasan), Liberte!, Liberte?" tulis Musk.
Otoritas kehakiman Prancis memutuskan untuk memperpanjang penahanan Durov selama 48 jam setelah keputusan tersebut.
Telegram menyatakan bahwa mereka mematuhi undang-undang Uni Eropa (EU) dan menolak tuduhan terhadap Durov sebagai "omong kosong."
Dalam pernyataan tertulis, perusahaan tersebut mengatakan bahwa mereka mematuhi undang-undang EU, termasuk Digital Services Act (Akta Pelayanan Digital)
"CEO Telegram Pavel Durov tidak memiliki apa pun yang disembunyikan dan sering bepergian di Eropa," tulis pernyataan tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, turut menanggapi masalah ini, dan mengatakan pihak Rusia telah mengirimkan nota untuk memperoleh akses kepada Durov yang ditahan Prancis.
Menanggapi bahwa Durov juga merupakan warga negara Prancis, Zakharova menyatakan: "Masalah utamanya adalah Prancis menganggap Durov sebagai warga negaranya sendiri."
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyebutkan bahwa terlalu dini untuk mengomentari penahanan Durov di Prancis, dengan mengatakan: "Kami masih belum tahu persis apa yang dituduhkan kepada Durov."
Dmitry Medvedev, wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, menyatakan bahwa kepergian Durov keluar Rusia adalah sebuah kesalahan.
Sumber : Anadolu
Baca juga: Macron: Penahanan CEO Telegram tidak terkait politik
Baca juga: Penahanan CEO Telegram Durov bisa menjadi kasus Assange kedua
Penerjemah: Primayanti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024