Clade 1B memiliki fatalitas mendekati 10 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan varian lama yang memiliki fatalitas sekitar 0,1 persenJakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan alasan di balik keputusan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menetapkan status penyakit cacar monyet (Monkey Pox/Mpox) sebagai Kedaruratan Kesehatan Global (PHEIC) pada 14 Agustus 2024.
Menkes Budi dalam pernyataannya di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, menyebut kemunculan clade 1B di Afrika menjadi faktor utama perubahan status tersebut.
"Pada akhir 2022 Mpox dinyatakan sebagai Public Health Emergency of International Concern oleh WHO karena jumlah kasusnya melonjak dari 0 menjadi 30 ribu kasus," kata Menkes.
Baca juga: Menkes: Fatalitas cacar monyet di Indonesia rendah & masih terkendali
Jumlah kasus kemudian meningkat drastis hingga hampir mencapai 90 ribu, lanjut Menkes, sebelum akhirnya stagnan bahkan menurun.
"Sekarang 103 ribu, jadi naiknya cuma sedikit. Tapi di 14 Agustus sama WHO dinaikin lagi statusnya jadi status pandemi," kata Menkes Budi.
Menkes mengungkapkan kebingungannya terhadap keputusan tersebut, mengingat kenaikan sekitar 10 ribu kasus di Afrika yang relatif kecil.
Baca juga: Cegah Mpox, Kemenkes perketat skema pemeriksaan WNA di pintu masuk RI
Setelah koordinasi lebih lanjut, kata Menkes, terungkap bahwa penyebab utama adalah kemunculan varian baru clade 1B yang memiliki fatalitas jauh lebih tinggi dibandingkan varian sebelumnya.
"Clade 1B memiliki fatalitas mendekati 10 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan varian lama yang memiliki fatalitas sekitar 0,1 persen," ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Baca juga: WHO umumkan cacar monyet sebagai kegawatdaruratan kesehatan global
Baca juga: RI kembali aktifkan sistem deteksi dini untuk cegah importasi Mpox
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024