Jakarta (ANTARA) - Karyawan PT Timah Tbk Ali Samsuri mengaku mengenal terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan PT Refined Bangka Tin (RBT) lewat Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Bangka Belitung (Babel) dalam sebuah acara makan siang di Tanjung Tinggi, Bangka Belitung.

Meski tak menyebutkan nama Dirkrimsus Polda Babel yang dimaksud, Ali menuturkan Dirkrimsus Polda Babel itu mengenalkan Harvey sebagai salah satu pihak yang akan bekerja sama dalam permasalahan pertimahan yang sedang dialami PT Timah.

"Setelah mengenalkan, Pak Dirkrimsus Polda Babel meminta kami untuk membantu para pihak yang akan bekerja sama tersebut," tutur Ali saat menjadi saksi dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Dia mengungkapkan dalam acara itu, terdapat banyak pihak yang diperkenalkan oleh Dirkrimsus Polda Babel, tetapi hanya Harvey yang ia ingat lantaran terlihat paling tampan dan muda di antara para perwakilan smelter yang hadir.

Sementara itu perwakilan para smelter lainnya yang hadir dalam acara makan siang tersebut dinilai Ali terlihat lebih tua dibandingkan Harvey.

"Yang lainnya terlihat agak sepuh. Saya ingat yang paling tampan Harvey di situ," tuturnya.

Ia menjelaskan bahwa awalnya mendapatkan undangan acara makan siang tersebut dari Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Belitung Timur pada sekitar bulan Agustus 2018 melalui sambungan telepon.

Dirinya mengaku lupa dengan nama Kasatreskrim Polres Belitung Timur tersebut, namun mengenal secara baik karena merupakan salah satu mitra kerja PT Timah.

"Beliau mengatakan bahwa Pak Dirkrimsus mengajak saya untuk makan siang di salah satu restoran di Tanjung Tinggi. Saya ditelpon sekitar jam 11 siang saat lagi di lapangan, di tambang bersama anggota saya," ungkap Ali.

Ali bersaksi pada sidang kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah pada tahun 2015-2022, yang menyeret Harvey sebagai salah satu terdakwa.

Dalam kasus itu, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim. Selain itu, terdapat pula beberapa pihak lain yang diuntungkan dari kasus korupsi timah sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun.

Harvey diduga menerima uang Rp420 miliar dari biaya pengamanan alat processing (pengolahan) untuk penglogaman timah dari empat smelter, yang seolah-olah dicatat sebagai biaya Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari masing-masing perusahaan.

Empat smelter dimaksud, yakni PT Sariwiguna Binasentosa, CV Venus Inti Perkasa, PT Tinindo Inter Nusa, dan PT Stanindo Inti Perkasa.

Dana itu dikelola oleh Harvey atas nama PT RBT untuk kepentingan pribadinya dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

TPPU dilakukan Harvey, antara lain, dengan membeli tanah, rumah mewah di beberapa lokasi, mobil mewah dengan nama orang lain atau perusahaan orang lain, membayar sewa rumah di Australia, hingga membelikan 88 tas mewah dan 141 perhiasan mewah untuk sang istri, Sandra Dewi.

Atas perbuatannya, Harvey terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Baca juga: Harvey Moeis jalani sidang perdana kasus dugaan korupsi timah
Baca juga: Kejagung buka peluang Sandra Dewi bersaksi di sidang Harvey Moeis

 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024