Jadi, perintah UUD 45 itu jelas dan tegas. Karena itulah, kami mendesak DPR dan Pemerintah mensahkan RUU Masyarakat Adat

Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (PB MABMI) meminta Pemerintah dan dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang sudah 14 tahun tertahan di DPR.

Dalam rilis yang disiarkan oleh pihaknya di Jakarta, Senin, permintaan itu ditegaskan oleh Ketua Umum PB MABMI OK Saidin. Ia menyebutkan tidak ada alasan DPR dan Pemerintah menahan RUU Masyarakat Adat karena Undang-undang itu merupakan perintah konstitusi.

Pihaknya menilai Ayat 2 Pasal 18B UUD 1945 telah sangat tegas menjelaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang.

“Jadi, perintah UUD 45 itu jelas dan tegas. Karena itulah, kami mendesak DPR dan Pemerintah mensahkan RUU Masyarakat Adat,” tegas OK Saidin yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Soal UU Masyarakat Adat itu, lanjutnya, menjadi salah satu poin penting rekomendasi Rapat Kerja Nasional PB MABMI di Berastagi, Sumatera Utara 24-25 Agustus 2024.

Ia menyebutkan Rakernas itu diikuti pengurus wilayah dan pengurus daerah seluruh Indonesia melalui daring dan luring.

Baca juga: Hari Masyarakat Adat, AMAN serukan pengesahan UU Masyarakat Hukum Adat
Baca juga: APHA gugat UU Kementerian Negara untuk jamin urusan masyarakat adat
Menurut OK Saidin, rekomendasi MABMI soal UU Masyarakat Adat MABMI sangat penting saat ini mengingat banyak terjadinya sengketa pertanahan yang tidak terselesaikan, seperti di Sumatera Utara, kasus eks tanah-tanah konsesi masyarakat adat Sumatera Timur yang diambil alih oleh perusahaan negara dan swasta.

Begitu juga kasus di Rempang, Kepulauan Riau, dan di berbagai wilayah di Kalimantan. Oleh karena itu, OK Saidin merasa heran atas terhentinya pembahasan RUU Masyarakat Adat selama 14 tahun.

“Padahal, undang-undang lain dapat diselesaikan Pemerintah dan DPR begitu cepat. Terkatung-katungnya RUU ini, berakibat munculnya berbagai sengketa tanah, yang tidak terselesaikan berdasarkan undang-undang,” katanya menegaskan.

Menurutnya, penguatan masyarakat adat ada dalam Undang-Undang No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, akan tetapi UU ini tidak segera bisa menjawab tuntutan masyarakat adat karena tidak terealisasi melalui peraturan daerah di tingkat Provinsi maupun Pemerintahan Kota.

Sebagai informasi, Undang-undang Masyarakat Adat atau Masyarakat Hukum Adat telah dibahas sejak 2003. Draft RUU dan naskah akademiknya dirumuskan pada 2010, namun hingga kini, setelah empat belas tahun, nasib draft RUU tersebut tidak jelas nasibnya.

Baca juga: APHA: Segera sahkan RUU Masyarakat Hukum Adat jadi UU
Baca juga: Tokoh: Realisasi UU masyarakat adat perlu jadi fokus pemimpin terpilih

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024