Jakarta (ANTARA) - Pendiri Jakarta Defence Studies (JDS) Ade Marboen menilai pemerintah harus memperhatikan beberapa aspek sebelum membeli kapal selam penggunaan sementara (interim).

"Ada beberapa aspek penting yang telah saya rangkum. Pertama adalah kebijakan politik negara dan pilihan teknologi," kata Marboen dalam diskusi Bridging the Gap: The Urgency of Interim Submarines for Indonesia yang dipantau langsung dari akun Youtube @Seminar Sentinal, Senin.

Menurut Marboen, kebijakan politik Indonesia dapat mempengaruhi aspek militer dalam menjalankan misi hingga menggunakan alat utama sistem senjata (alutsista).

Marboen pun mencontohkan yang terjadi di Indonesia ketika TNI tidak boleh menggunakan Tank Scorpion buatan Inggris di daerah operasi militer (DOM) dalam rangka operasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di 2003 silam.

Pelarangan itu dilakukan lantaran Inggris selaku pihak yang memproduksi tank mendapat tekanan dari banyak negara karena tank tersebut dipakai dalam operasi militer Aceh.

Marboen pun menilai pemerintah harus menjadikan itu sebagai pelajaran agar tidak terulang ketika ingin membeli kapal selam interim.

Kedua, Marboen juga menyoroti kemampuan pemerintah memenuhi ketersediaan kapal selam interim tersebut. Menurut Marboen, kapal selam interim idealnya harus sudah ada dalam kurun waktu satu sampai dua tahun ke depan.

Hal tersebut harus dilakukan lantaran kapal selam interim harus digunakan secepat mungkin guna menjaga wilayah laut NKRI sambil menunggu kapal selam utama yakni Scorpene yang akan datang sekitar tujuh tahun ke depan.

Marboen menilai pihak Mabes TNI dan Kementerian Pertahanan pasti akan mempertimbangkan lagi untuk membeli kapal selam interim secepat itu.

"Yang paling masuk akal adalah kita mengambil kapal selam yang sudah ada, itu mungkin yang jadi prioritas bagi para pimpinan TNI AL kemudian diikuti dengan kapal selam yang benar-benar baru," kata Marbeon.

Selanjutnya, Marboen menyoroti pentingnya aspek pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan mengawaki kapal selam interim.

Kualitas awak kapal menjadi hal penting karena sampai saat ini belum ada teknologi yang memungkinkan untuk mengendalikan kapal selam dari jarak jauh.

Karenanya, pihak TNI masih harus mengandalkan kemampuan awak demi terhindar dari kecelakaan dalam pengoperasian kapal selam.

"Kalau menurut pemikiran saya, dengan pengadaan kapal interim satu atau dua mungkin tiga unit  harus dilengkapi dengan simulatornya untuk kepentingan pelatihan," kata Marboen.

Marboen juga menilai pengadaan kapal selam interim juga harus dibarengi dengan pengadaan kapal selam penyelamat atau rescue.

"Ini tidak boleh dilewatkan untuk menghindari kejadian yang kita tidak inginkan," kata dia.

Selanjutnya, Marboen juga menilai pemerintah harus memperhatikan aspek pemeliharaan kapal demi menjaga kualitas teknologi dan mesin.

Tidak kalah penting, Marboen juga menilai pentingnya teknologi komunikasi untuk membantu proses koordinasi antara awak di bawah laut dengan markas di darat.

"Dalam hal ini teknologi komunikasi itu menentukan dan itu sistem operabilitas yang selama ini kita miliki harus bisa diuji sampai sejauh mana dia bisa bekerja sama dengan sistem persenjataan yang lain," jelas Marboen.

Terakhir soal aspek finansial. Menurut Marboen, pengadaan kapal selam interim untuk dilakukan di akhir tahun dengan sisa anggaran saat ini belum bisa dilakukan.

Belum lagi pemerintahan selanjutnya yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka kemungkinan yang akan mengalokasikan dana ke program prioritas lain seperti ketahanan pangan dan makan siang gratis.

"Pemerintah juga akan dihadapkan juga akan dihadapkan dengan keperluan keperluan rutin dari ketiga matra, keperluan rutin di Mabes TNI, keperluan rutin di Kementerian Pertahanan dan sebagainya serta keperluan operasi, latihan, misi TNI di luar negeri dan pertukaran personel dan sebagainya," kata Marboen.

Marboen menilai pemerintah harus mempertimbangkan hal-hal tersebut agar pengadaan kapal selam interim ini efektif dan tepat sasaran.

Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali mengungkapkan TNI AL kemungkinan mengusulkan pembelian kapal selam interim sembari menunggu kapal selam baru pesanan Indonesia rampung dan operasional.

Laksamana Ali, saat ditemui pada sela-sela kegiatannya di Jakarta, Selasa, menjelaskan untuk membangun satu kapal selam baru membutuhkan waktu 5–7 tahun, sementara saat ini kapal selam yang siap tempur berjumlah empat unit.

Idealnya, dia melanjutkan, TNI AL diperkuat oleh 12 kapal selam untuk menjaga perairan Indonesia yang luasnya mencapai 6,4 juta kilometer persegi.

"Tidak menutup kemungkinan kita mengambil (membeli, red.) dari beberapa tempat, karena sebagaimana disampaikan Bapak Menhan (Prabowo Subianto, red.), kita butuh kapal selam yang banyak. Untuk membangun Scorpene membutuhkan waktu 7 tahun, 5–7 tahun. Untuk itu, kita harus ada kapal selam interim. Tidak menutup kemungkinan pilihannya dari berbagai negara yang sudah saya kunjungi," kata Laksamana Ali menjawab pertanyaan wartawan, Selasa (14/5).
Baca juga: KSAL ungkap rencana usulkan pembelian kapal selam interim
Baca juga: KRI Bima Suci, Gagah dan jadi panggung diplomasi TNI tingkat tinggi
Baca juga: Aspek penting pengadaan kapal selam di Indonesia

Pewarta: Walda Marison
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024