Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengungkapkan bahwa jalan kebenaran hadir terkadang dengan cara yang tak bisa diatur-atur.

Hal ini terbukti ketika Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 terkait persyaratan calon kepala daerah kembali membuka kembali peluang PDIP untuk bisa mengusung sendiri.

“Saya sendiri juga kaget kok, yang tadinya saya pikir tinggal kita ini terkurung kan, dikurung gitu, aduh saya bilang, enak eh dikurung kurung begitu. Indonesia ini lucu,” kata Megawati.

Megawati juga mengaku melakukan kontemplasi dengan sang ayah, Soekarno atau Bung Karno terkait kondisi bangsa saat ini. Dia merasa saat ini justru dimusuhi bangsa sendiri.

Melihat fenomena itu, Megawati pun teringat akan pesan yang disampaikan Bung Karno soal perlawanan akan lebih susah ketika melawan bangsa sendiri.

Apalagi, menghadapi keinginan penguasa yang memperpanjang kekuasaan.

Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Pengarah BRIN ini juga bercerita soal dirinya bersama puteranya yang juga Ketua DPP PDIP Prananda Pranowo dan Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto tengah sibuk menandatangani surat keputusan untuk calon kepala daerah yang diusung.

Megawati pun mengungkapkan jika Hasto kerap menangis ketika bersama dirinya menandatangani SK kepala daerah.

Dia pun berpesan ke Hasto untuk tidak perlu menangisi sesuatu. Sebab, saat ini PDIP sudah bisa mengusung sendiri calon kepala daerah.

“Ini (Hasto) sekarang cengeng, lebih cengeng Pak Hasto ketimbang ketumnya, betul. Kalau saya nanya gitu terus nangis, kan loh ngapain sih nangis, ga ada guna nangis, yang perlu kita apa? Begini,” ujar Megawati sambil mengepalkan tangannya.

“Lah iya toh, buktinya akhirnya juga iya (bisa mengusung),” jelasnya.
Baca juga: Megawati minta Ahok tak banyak nyerocos ke publik
Baca juga: Megawati minta Airin nihilkan stunting bila terpilih di Banten
Baca juga: Megawati tiba di DPP PDIP jelang pengumuman cakada gelombang 3
Baca juga: Megawati ingatkan pesan penting dari Proklamasi Kemerdekaan

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024