Apa pun kondisi kita, selama kita berusaha dan percaya pada diri sendiri, tidak ada yang mustahil bagi kita

Jakarta (ANTARA) - Ni Nengah Widiasih, atlet para angkat berat dengan prestasi berbagai medali, kembali menguatkan tekadnya untuk meraih medali ketiga di ajang Paralimpiade.

Di tengah rasa sakit akibat cedera bahu yang dialaminya, Widiasih tidak pernah mundur dari perjuangannya. Ia terus melatih diri, mendorong batas kemampuannya demi satu tujuan: membawa pulang medali ketiganya di ajang Paralimpiade 2024. Mimpinya yang lebih tinggi, kepingan medali itu berwarna emas.

Perjalanan Ni Nengah Widiasih menuju ke puncak dunia para angkat berat tidaklah mudah. Diagnosis polio di masa kecil membuatnya kehilangan kemampuan untuk menggunakan kedua kakinya, namun hal ini tidak menghentikannya untuk bekerja keras.

Berawal dari keinginan sederhana untuk mendapatkan es krim yang dijanjikan sang kakak, Widiasih mulai mengenal angkat berat ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Di bawah bimbingan kakaknya, ia mulai melatih diri dengan tekun dan disiplin.

Keputusan untuk terjun ke dunia angkat berat menjadi titik balik dalam hidupnya. Tidak hanya mengubah hidupnya secara fisik, tetapi juga memberikan Widiasih tujuan dan arah yang jelas.

"Angkat berat telah banyak mengubah hidup saya. Jika saya tidak melakukan angkat berat, mungkin saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan," ujarnya.

Dengan dedikasi yang tinggi dan semangat pantang menyerah, Widiasih berhasil mencapai puncak kariernya di panggung Paralimpiade. Medali perunggu yang diraihnya di Rio de Janeiro pada 2016 menjadi awal dari prestasi gemilangnya. Tidak berhenti di situ, Widiasih terus mengasah kemampuannya dan akhirnya berhasil meraih medali perak di Tokyo pada 2020.

Pads kejuaraan Pattaya 2024 Para Powerlifting World Cup di Pattaya, Thailand, Widiasih meraih satu emas dan satu perak. Prestasi itulah yang memberikannya tiket Paralimpiade Paris 2024.

Pada 2023, Widiasih juga berkalung medali perak di ajang Asian Para Games Hangzhou China, dan dua emas di kejuaraan ASEAN Para Games Phnom Penh Kamboja.

Keberhasilannya ini bukan bukan memberikan kebanggaan bagi dirinya sendiri, melainkan juga bagi Indonesia. Di tengah keterbatasan fisik yang dimilikinya, Widiasih berhasil menunjukkan bahwa semangat dan kerja keras dapat mengalahkan segala keterbatasan.

Kini, pada usianya yang ke-31 tahun, Widiasih memiliki target baru: meraih medali emas di Paris. Namun, perjuangan menuju impian ini tidaklah mudah. Cedera bahu yang dialaminya menjadi tantangan tersendiri dalam persiapannya.

Meskipun demikian, Widiasih tetap optimistis dan bertekad untuk memberikan yang terbaik bagi Indonesia.

"Paris tidak mudah bagi saya (karena cedera), tetapi saya akan berusaha sekuat tenaga," katanya.

"Saya akan melakukan yang terbaik untuk Indonesia, untuk keluarga saya," ujarnya lagi.

Perempuan para angkat berat

Di tengah dominasi atlet pria dalam perolehan medali Paralimpiade Indonesia, perempuan ternyata menjadi pionir dalam cabang olahraga para angkat berat.

Widiasih tidak sendiri dalam perjuangannya. Bersama dengan dua atlet perempuan lainnya, Siti Mahmudah dan Sriyanti, Widiasih akan mewakili Indonesia di ajang Paralimpiade Paris. Ketiganya merupakan bagian dari kontingen Paralimpiade terbanyak dalam sejarah Indonesia. Dan tak ada satu pun atlet para angkat berat putra Indonesia yang lolos ke Paris.

Siti Mahmudah, yang kehilangan kaki kirinya akibat amputasi, akan berlaga di kategori 79kg pada ajang Paralimpiade keduanya. Sementara Sriyanti, yang juga mengalami polio sejak kecil, telah mengubah hidupnya dari penjual mi ayam menjadi seorang atlet paralimpiade yang pernah meraih medali perak di Asian Para Games 2022.

Kehadiran mereka di ajang internasional ini menunjukkan bahwa para atlet perempuan Indonesia memiliki potensi besar dan mampu bersaing di level tertinggi.

Namun, perjalanan mereka tentu tidak mudah. Widiasih mengungkapkan salah satu tantangan yang hanya dialami oleh atlet perempuan, seperti ketika ia harus bertanding dalam kondisi sedang menstruasi.

"Syukur alhamdulillah saya bisa mengatasinya. Ini cukup mengganggu. Hal ini tidak akan dialami oleh atlet pria," katanya.

Harapan masa depan

Dalam menghadapi tantangan yang ada, Widiasih dan rekan-rekannya tidak pernah kehilangan semangat. Di bawah bimbingan pelatih para angkat berat Indonesia, Eko Supriyanto, mereka terus berlatih dan mempersiapkan diri dengan baik.

Eko sendiri merasa terkesan dengan dedikasi dan semangat juang dari ketiga atlet perempuan ini. "Saya lebih dari takjub dengan trio perempuan ini," ujarnya.

Namun, dengan cedera yang dialami Widiasih, Eko berusaha realistis dalam menargetkan hasil di Paris nanti. "Kami mendorong mereka untuk setidaknya bisa bersaing merebut medali perunggu," katanya.

"Yang penting adalah kita telah melakukan yang terbaik, bekerja keras, dan disiplin," katanya lagi.

Di tengah persiapan menuju Paralimpiade Paris, Widiasih memiliki harapan besar untuk masa depan para angkat berat Indonesia.

Ia berharap suatu hari nanti, atlet pria Indonesia juga bisa berpartisipasi pada ajang Paralimpiade dalam cabang olahraga ini. Namun untuk saat ini, ia fokus pada misi pribadinya: meraih medali ketiga dan menginspirasi lebih banyak perempuan untuk mulai mengangkat beban.

"Saya berharap banyak perempuan di luar sana terinspirasi oleh kami," ujarnya.

"Apa pun kondisi kita, selama kita berusaha dan percaya pada diri sendiri, tidak ada yang mustahil bagi kita," katanya.

Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024