Opini publik sudah lain, karena publik itu tidak selamanya bisa suka terhadap tokoh tertentu. Dulu publik suka sama SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) tapi sekarang turun, begitu juga terhadap Jokowi,"
Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengemukakan popularitas dan elektabilitas Joko Widodo ("Jokowi Effect") sudah tidak "seharum" dulu, sehingga menyebabkan perolehan suara PDI Perjuangan dalam Pemilu Legislatif 2014 tak sebesar yang diperkirakan.
"Jokowi ini tidak seharum dulu, sehingga Jokowi Effect tidak mungkin membawa PDIP meraih 30 persen suara seperti yang diduga-duga sejumlah pihak belakangan ini," kata Direktur Eksekutif LSI Denny JA, di Kantor LSI, Jakarta, Rabu (9/4) malam.
Pernyataan Denny menanggapi perkiraan sejumlah pihak yang meyakini keberadaan Jokowi ("Jokowi Effect") dapat mendongkrak perolehan suara PDIP hingga 30 persen dalam Pemilu Legislatif 2014.
Faktanya berdasarkan data sementara hitung cepat LSI, PDIP hanya mampu meraih 19,77 persen suara dari total 90,35 persen suara perhitungan LSI dari 2.000 sampel TPS.
Menurut Denny, menurunnya "Jokowi Effect" telah dimulai sejak pendeklarasian Gubernur DKI Jakarta itu sebagai Capres PDIP. Sejak itu kampanye negatif kerap ditujukan kepada mantan Wali Kota Solo itu.
Denny mengatakan kampanye negatif itu antara lain berupa isu ingkar janji Jokowi untuk memimpin ibukota selama lima tahun yang terus digaungkan, serta masalah penyimpangan pengadaan bus Transjakarta yang disangkut-pautkan kepada Jokowi.
Menurut Denny, jika Jaksa Agung memanggil Jokowi terkait masalah pengadaan bus Transjakarta, maka hal itu akan menjadi masalah besar bagi Jokowi sekaligus perolehan suara PDIP ke depannya.
"Opini publik sudah lain, karena publik itu tidak selamanya bisa suka terhadap tokoh tertentu. Dulu publik suka sama SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) tapi sekarang turun, begitu juga terhadap Jokowi," kata dia.
Denny mengaku tidak bisa memprediksikan apakah popularitas Jokowi dapat kembali merangkak naik hingga Pemilu Presiden Juli 2014. Namun dia mengatakan jika Jokowi benar maju sebagai capres, maka Jokowi membutuhkan calon wakil presiden yang dapat menambah perolehan suara dan mampu mengelola pemerintahan.
Peneliti LSI Rully Akbar menambahkan pencapresan Jokowi kurang mampu mendongkrak suara PDIP secara signifikan karena Jokowi sendiri belum mampu memaksimalkan pencapresannya itu, lantaran baru dideklarasikan sebagai capres di penghujung waktu pemilu.
Selain itu kata Rully, pemilih atau pendukung Jokowi juga belum tentu merupakan pendukung PDIP.
"Pemilih Jokowi belum terasosiasi dengan PDIP, sehingga mereka yang mendukung Jokowi belum tentu memilih PDIP," kata Rully.
Dari 90,35 persen data hasil hitung cepat yang dilakukan LSI di 2.000 TPS, PDIP tercatat mampu meraih suara tertinggi dengan 19,77 persen suara.
Menyusul di bawah PDIP berturut-turut antara lain Golkar dengan 14,61 persen suara, Gerindra (11,80 persen), Demokrat (9,73 persen), PKB (9,07 persen), PAN (7,47 persen), PPP (7,08 persen), PKS (6,61 persen), Nasdem (6,27 persen), Hanura (5,26 persen), PBB (1,36 persen), serta PKPI (0.97 persen).
(R028/S025)
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014