Washington (ANTARA) - Sejumlah pakar menilai bahwa Demokrat berupaya menampilkan citra positif dan menghindari isu konkret guna merebut hati masyarakat Amerika Serikat.

Namun, mereka tidak bisa memastikan apakah momentum itu mampu bertahan hingga pemilihan presiden (pilpres) 5 November mendatang.

Juli lalu, Presiden Joe Biden mundur dari pencalonan dengan dalih demi kepentingan Demokrat dan negara. Pada Selasa, Konvensi Nasional Demokrat (DNC) di Chicago resmi menetapkan Kamala Harris sebagai calon.

Robert Weissberg, guru besar ilmu politik di Universitas Illinois Urbana-Champaign, mengatakan tujuan utama dari konvensi itu telah tercapai.

"Namun, masih ada perbedaan mendalam di partai itu," kata dia. "Partai ini sekarang berada di bawah kendali sayap progresif, dan banyak warga Amerika yang menolak agenda tersebut."

"Harapannya, mereka yang menolak tak akan terlalu memperhatikan rinciannya," katanya, menambahkan.

Pengamat politik Keith Preston berpendapat Demokrat bermaksud memengaruhi pemilih dengan energi positif karena pilpres AS sering ditentukan oleh para pemilih independen dan non-ideologis.

Para pemilih itu, kata dia, lebih termotivasi oleh kepribadian, penampilan, dan suasana, ketimbang opini mendalam tentang isu-isu tertentu.

"Demokrat dengan cerdik mengubah kampanye mereka menjadi campuran Super Bowl, Academy Awards, dan Coachella," kata Preston.

Dia menambahkan bahwa partai itu berusaha menampilkan aura positif dan optimisme, bukan kampanye negatif dan serangan pribadi seperti yang dilakukan Donald Trump dan J.D. Vance.

Secara strategis, langkah itu sangat bijaksana, kata Preston.

"Pertanyaannya, apakah mereka bisa mempertahankan energi ini selama beberapa bulan ke depan sebelum pemilihan," kata dia.

Wilfred Reilly, guru besar ilmu politik di Universitas Kentucky, mengatakan bahwa konvensi Demokrat sangat sedikit menampilkan isu-isu kebijakan. Harris disebutnya lebih banyak berbicara tentang keluarga dan latar belakangnya.

"Saya rasa ini akan menjadi fokus utama partai itu hingga pemilihan," kata Reilly.

Dia menilai sikap Harris terhadap isu-isu terkait imigrasi, kepolisian, aborsi, dan lainnya kemungkinan besar tidak akan bisa diterima oleh kebanyakan pemilih dan bawahannya menyadari hal itu.

Harris akan terus "memberikan sedikit detail" hingga hari pemilihan, kata Reilly.

Ribuan pengunjuk rasa di luar gedung konvensi menyerukan agar AS berhenti membantu Israel dalam perang di Gaza.

Situasi tersebut mirip dengan kali terakhir Demokrat menggelar konvensi di Chicago, ketika aksi menentang Perang Vietnam berujung pada kekerasan.

Saat ditanya apakah Demokrat sekarang lebih kompak, Preston mengatakan bahwa Demokrat adalah partai yang sangat solid berkat kemampuan mereka menjaga disiplin internal partai.

"Partai ini memiliki struktur kepemimpinan yang sangat kaku dan terpusat," katanya, seraya menambahkan bahwa hal itu terlihat dalam pemilihan pendahuluan.

Pimpinan Demokrat mengancam akan menggunakan Amandemen ke-25 terhadap Biden jika tidak mundur dari pencalonan, kata dia.

"Wakil Presiden Harris sejak itu ditunjuk sebagai calon penerus oleh pimpinan partai tanpa proses kompetitif yang serius," kata Preston.

Sementara itu, Reilly menilai bahwa dengan pencalonan Harris, Demokrat memiliki kandidat baru yang lebih populer dan "peluang yang lebih baik untuk mengalahkan Trump."

​​Demokrat terlihat lebih menarik

Ketika Biden mundur dari pencalonan, beberapa pihak mempertanyakan apakah Harris akan menjadi calon pengganti yang pantas mengingat kinerjanya yang buruk dalam pemilihan pendahuluan dan peringkatnya yang jelek selama menjadi wapres.

Namun, jajak-jajak pendapat terkini menunjukkan bahwa Harris mengungguli Trump. Artinya, pertarungan memperebutkan kursi Presiden AS masih jauh dari usai.

"Saya rasa dia (Harris) adalah calon yang lumayan kompeten. Dia lebih baik ketimbang Joe Biden​​​​​​​... Pidatonya di DNC bagus, B+. Namun, dia dikenal kurang begitu mengesankan," kata Reilly.

"Sorotan media pada dirinya menjadi fenomena baru yang didasarkan pada kebencian terhadap Trump," kata Reilly.

Jika kondisi itu bisa bertahan dua setengah bulan lagi, "Harris kemungkinan besar akan menjadi Presiden", kata dia.

Preston, di sisi lain, menyamakan Harris dengan bintang televisi yang mampu memainkan peran sesuai naskah.

"Dia sekarang berperan seperti Oprah (Winfrey) dengan pesan-pesan positif yang kemungkinan ditulis oleh orang lain untuknya. Penampilannya di DNC mencerminkan hal ini," kata dia.

Soal Tim Walz, pendamping Harris dalam pilpres, para pakar menilai Gubernur Minnesota itu sebagai pilihan yang baik meski bukan tanpa masalah.

"Dia adalah pria yang lucu dan karismatik. Namun, dia mengeklaim sebagai salah satu tentara elit kita di Irak… sebenarnya dia adalah anggota pasukan garda domestik di Minnesota dan Italia. Tidak terlalu berat pengalamannya!" kata Reilly.

"Tegas dalam penegakan hukum, tetapi dialah Gubernur Minnesota ketika terjadi kerusuhan George Floyd pada 2020," kata Reilly.

Sedangkan Preston menyoroti kekuatan Walz sebagai "kakek dari Midwest" yang disukai kelompok progresif Demokrat dan menawarkan keseimbangan bagi Harris sebagai seorang wanita kulit berwarna.

Secara keseluruhan, mereka menyatukan partai, kata Preston.

Namun, Weissberg tidak yakin bahwa Demokrat bisa menjalankan strategi tersebut hingga akhir kampanye.

"Walz mungkin pilihan yang baik, Anda membutuhkan pria kulit putih yang tampak biasa saja… tetapi mungkin tidak berhasil dalam jangka panjang," kata Weissberg.

"Orang Amerika yang progresif sedikit dan anggota Demokrat yang moderat mungkin segera pergi dari partai itu," katanya, menambahkan.

Sumber: Sputnik

Baca juga: Jajak pendapat: Harris unggul di antara pemuda, kulit hitam dan latin
Baca juga: Kamala Harris resmi terima pencalonan Demokrat sebagai capres AS


Penerjemah: Primayanti
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024