Cirebon (ANTARA) -
Kekeringan biasanya melanda sebagian wilayah pertanian di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang mengancam kelangsungan hidup ribuan petani di daerah tersebut.

Sawah-sawah biasanya menjadi hamparan tanah kering dan retak akibat musim kemarau. Kondisi ini semakin parah dengan menyusutnya aliran sungai yang menjadi salah satu sumber irigasi utama pertanian di daerah itu. Kekeringan tersebut membawa kekhawatiran akan menurunnya produksi pangan dan mengancam ekonomi perdesaan.

Tidak hanya kekeringan, ancaman lain datang dari intrusi air laut yang semakin mendekati daratan. Air asin mulai merembes ke lahan pertanian dan dikhawatirkan merusak kualitas tanah.

Semua kondisi ini pernah dialami para petani di Desa Suranenggala, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon. Sebab, daerah tersebut menjadi salah satu kawasan yang paling terdampak akibat kekeringan di musim kemarau.

Berdasarkan data beberapa tahun terakhir, sekitar 7.000 hektare sawah di Cirebon biasanya terdampak kekeringan saat musim kemarau.

Untuk wilayah pertanian yang rawan kekeringan tersebar di beberapa titik, seperti Karangwareng, Karangsembung, Kubangkarang, Lemahabang, serta Kapetakan, Gunungjati hingga Ciwaringin.


Pompanisasi

Menghadapi keadaan pertanian semacam itu, Pemerintah Kabupaten Cirebon menyalurkan program pompanisasi yang menjadi salah satu solusi andalan, sehingga perekonomian petani dapat terselamatkan.

Program dari Kementerian Pertanian (Kementan) RI itu mampu mengatasi masalah kekeringan dan berjalan efektif untuk menjaga ketersediaan pangan. Dengan program pompanisasi ini memungkinkan petani tetap bisa menanam padi, meskipun di tengah kondisi kemarau.

Pemkab Cirebon menyebutkan bahwa program pompanisasi ini dapat melindungi lahan pertanian agar tetap produktif dengan pengairan yang optimal.

Dari 138 unit pompa air yang disalurkan oleh Kementan kepada kelompok tani di Kabupaten Cirebon, sebanyak 115 unit, kini sudah digunakan dan dirasakan manfaatnya oleh para petani.

Selain bantuan tersebut, para petani juga mendapatkan dukungan dari Kodim 0620/Cirebon yang menyalurkan 90 unit pompa untuk digunakan pada lahan yang rawan mengalami kekeringan.

Dengan adanya pompanisasi ini, masa panen dan tanam padi bisa ditambah, misalnya dari awalnya hanya sekali dalam setahun menjadi dua kali. Contohnya lahan sawah di Pejambon, Cirebon, seluas 22 hektare saat ini sebagian besar telah teraliri air lewat program pompanisasi.

Penjabat (Pj) Bupati Cirebon Wahyu Mijaya menjelaskan bahwa saat bersamaan, para petani juga telah melakukan efisiensi penggunaan bahan bakar pompa air, dengan beralih dari penggunaan premium ke gas, yang membuat biaya operasional menjadi lebih murah.

Pemkab Cirebon juga mengajak para petani mengikuti program asuransi tani, yang tersedia sebagai langkah mitigasi untuk mengurangi kerugian akibat puso.

Meskipun ada prosedur khusus yang harus dipenuhi untuk klaim, asuransi tani menjadi penting untuk memberikan jaminan kepada petani di tengah ketidakpastian cuaca.

Langkah ini tidak hanya membantu petani untuk tetap produktif di tengah tantangan, tetapi juga mengurangi beban biaya yang harus mereka tanggung.

Dengan berbagai upaya ini, pemerintah berusaha agar dampak kekeringan pada musim kemarau di tahun 2024 dapat diminimalisir, sehingga tidak mengganggu produktivitas sektor pertanian di Kabupaten Cirebon.


Pemulihan lahan

Selain pompanisasi, Pemerintah Kabupaten Cirebon juga melakukan berbagai upaya pemulihan lahan pertanian yang terdampak kekeringan selama musim kemarau.

Langkah itu diambil agar tingkat produktivitas padi tidak anjlok, khususnya pada masa panen raya kedua 2024.

Sebelumnya pada panen raya pertama atau Mei 2024, para petani di Kabupaten Cirebon berhasil memanen padi sekitar 115.689 ton, dengan tingkat produktivitas 6,2 ton per hektare.
 
Kondisi lahan pertanian yang sudah dipanen di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (24/8/2024). (ANTARA/Fathnur Rohman)
Kepala Dinas Pertanian (Distan) Cirebon Alex Suheriyawan menjelaskan upaya pemulihan ini bertujuan untuk mengurangi dampak kekeringan, yang pada tahun sebelumnya menyebabkan kerusakan signifikan pada lahan pertanian di wilayah itu.

Distan Kabupaten Cirebon mencatat bahwa total lahan yang terdampak kekeringan mencapai 1.002 hektare pada 2023, dengan 31 hektare di antaranya mengalami puso atau gagal panen, sedangkan sisanya berhasil dipulihkan berkat berbagai upaya dari pemerintah daerah tersebut.

Sektor pertanian di Kabupaten Cirebon, merupakan salah satu penyumbang utama ketahanan pangan di Jawa Barat, sehingga upaya pemulihan ini menjadi prioritas bagi pemerintah daerah.

Selain itu, untuk memastikan ketersediaan air irigasi yang memadai, Distan Cirebon selalu berkoordinasi dengan dinas pekerjaan umum dan tata ruang (PUTR) serta Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cirebon untuk memenuhi kebuutuhan air di lahan pertanian.

Distan Cirebon juga menerapkan pemantauan secara ketat terhadap distribusi air secara bergiliran, jadwal pengeringan, dan perbaikan saluran irigasi agar kebutuhan air petani tetap terpenuhi.

Langkah-langkah ini dapat menjaga produktivitas pertanian di Cirebon, sehingga produktivitas lahan tetap terjaga dengan baik.

Selain itu, dinas pertanian juga telah meminta para petani untuk menggunakan varietas padi yang lebih tahan terhadap kekeringan sesuai rekomendasi dari Kementerian Pertanian (Kementan), khususnya pada masa tanam kedua atau di musim kemarau.

Dengan varietas yang lebih tahan ini, tanaman padi dapat bertahan meskipun pasokan air terbatas.

Melalui berbagai upaya tersebut, pemerintah telah menyelamatkan perekonomian petani, sekaligus menyelamatkan pasokan bahan pangan dari daerah Cirebon.
Lahan sawah di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang ditanami padi. (ANTARA/Fathnur Rohman)
 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024