Ketua jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi Riyono dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, menilai Deviardi bersama-sama dengan mantan atasannya tersebut menerima uang dari sejumlah perusahaan minyak dan gas bumi (migas) maupun pejabat di lingkungan SKK Migas sekaligus melakukan tindak pidana pencucian uang.
"Meminta majelis hakim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan terdakwa Deviardi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dan menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan," katanya.
Dalam perkara ini, Rudi dituntut lebih berat yaitu pidana penjara selama 10 tahun dan pidana denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan hal yang meringankan adalah terdakwa berterus terang menyesali perbuatannya dan membantu membuka tindak pidana lain," tambah jaksa.
Deviardi adalah orang yang menerima uang 200 ribu dolar Singapura dan 900 dolar AS dari pengusaha asal Singapura Widodo Ratanachaithong dan PT Kernel Oil Pte Limited (KOPL), 522,5 ribu dolar AS dari Artha Meris Simbolon dan PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon, 600 ribu dolar Singapura dari Wakil Kepala SKK Migas Yohanes Widjanarko, 350 ribu dolar AS dari Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas Gerhard Rumesser dan dari kepala Divisi Penunjang SKK Migas Iwan Rahman sebesar 50 ribu dolar AS.
Seluruh uang itu ditujukan untuk Rudi agar Rudi menyepakati sejumlah aturan pelelangan minyak mentah dan kondensat bagian negara di SKK Migas dan bersedia memberikan rekomendasi untuk menurunkan formula harga gas PT KPI kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
"Terdakwa adalah orang yang turut serta melakukan sedangkan Rudi Rubiandini sebagai orang yang melakukan sehingga ada kolaborasi dalam perbuatan tersebut," jelas jaksa.
Setelah menerima uang tersebut, Deviardi kemudian diminta oleh Rudi untuk menyimpan uang itu di safe deposit box milik Deviardi.
Deviardi juga yang menjadi perantara pembelian harta benda, penyimpanan uang dalam safe deposit box dan penukaran mata uang asing untuk Rudi.
Harta yang dibeli adalah satu unit rumah di Jalan H. Ramli no 15 RT 011/RW 015 Tebet senilai Rp2 miliar, mobil volvo XC90 senilai Rp1,6 miliar dengan uang muka hasil penukaran uang 50 ribu dolar AS (senilai Rp498,75 juta), jam tangan Rolex senilai Rp106 juta, mobil Toyota Camry senilai Rp630,8 juta dengan menggunakan dolar AS sejumlah 65 ribu dolar AS, jam tangan Citizeen Echo Drive.
Uang itu juga digunakan sebagai pembayaran Rp405 juta kepada Mazaya Wedding Organizer sebagai cicilan biaya pernikahan anak Rudi, selanjutnya Deviardi juga menukarkan mata uang asing dari safe deposit box miliknya senilai Rp2,98 miliar dan menyimpan hingga 60 ribu dolar AS dan 252 ribu dolar Singapura di "safe deposit box" ditambah uang dalam rekening Deviardi di Bank CIMB Niaga senilai Rp1,02 miliar.
Atas perbuatan tersebut, Deviardi dituntut berdasarkan karena melakukan tiga tindak pidana yaitu bersama-sama menerima suap, bersama-sama menerima gratifikasi dan bersama-sama melakukan tindak pidana pencucian uang berdasarkan pasal pasal 12 huruf a dan pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo pasal 65 serta pasal 3 UU no 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Deviardi akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) atas tuntutan itu.
"Bisa jadi akan dibuat bersama-sama, sendiri atau penasihat hukum saja," kata Deviardi.
Sidang akan dilanjutkan pada Selasa, 15 April 2014.
(D017/N002)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014