Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan Surat Edaran nomor 6 Tahun 2024 berisi 5 poin bagi pelaku usaha terkait persyaratan keamanan dan mutu air minum dalam kemasan (AMDK) pada registrasi pangan, guna memastikan keamanan dan mutu produk tersebut.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, surat edaran tersebut meminta pelaku usaha AMDK harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat pengajuan registrasi AMDK.

Surat edaran BPOM tersebut diterbitkan pada Rabu (21/8) lalu dan ditandatangani oleh Direktur Registrasi Pangan Olahan, Sintia Ramadhani. Adapun ketentuan dalam surat edaran dimaksud mulai berlaku sejak 13 Agustus 2024.

Adapun salah satu persyaratan registrasi AMDK adalah menyampaikan SPPT SNI dilengkapi dengan hasil pengujian kesesuaian mutu produk yang digunakan pada saat penerbitan SPPT SNI sesuai ketentuan yang dipersyaratkan dalam SNI.

Baca juga: BPKN: jangan pilih AMDK dengan kandungan bromat berlebih

"Untuk AMDK yang berupa air mineral dan air demineral yang diproses dengan ozonisasi, hasil pengujian sebagaimana dimaksud juga mencakup uji Bromat," kata BPOM dalam salah satu poin surat edaran tersebut seperti dikutip laman resmi mereka.

Mereka melanjutkan, hasil pengujian kesesuaian mutu produk merupakan hasil analisis produk AMDK dari LSPro atau laboratorium penguji yang digunakan pada saat proses penerbitan SPPT SNI di LSPro.

Sebelumnya, sejumlah pakar dan praktisi kesehatan meminta BPOM untuk mengambil tindakan tegas terkait keberadaan perusahaan yang mengandung bromat melebihi ambang batas.

Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menyebutkan bahwa orang yang mengonsumsi bromat dalam jumlah besar mengalami gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, dan sakit perut.

Selain itu, kata EPA, orang yang mengonsumsi bromat konsentrasi tinggi juga mengalami efek ginjal, efek sistem saraf, gangguan pendengaran dan dampak terburuknya adalah perkembangan sel kanker.

Menurut mereka, kandungan Bromat dalam AMDK disebut-sebut lebih berbahaya dari Bisphenol a (BPA). Hal tersebut mengingat Bromat terkandung langsung dalam air kemasan yang diminum. Sedangkan BPA merupakan senyawa yang ada di dalam kemasan pangan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan ambang batas bromat sebesar 10 ppb. BPOM mengadaptasi aturan tersebut. Sayangnya, regulasi terkait Bromat saat ini masih belum sepenuhnya alias bersifat sukarela.

Sementara, data yang didapat dari hasil uji laboratorium pada awal Maret 2024 lalu itu mengungkapkan bahwa dari 11 merek AMDK yang dijual di pasar, ditemukan rentang kandungan bromat paling rendah berada di angka 3,4 ppb dan paling tinggi 48 ppb.

Bahayanya, terdapat tiga sampel AMDK dengan kandungan bromat yang telah melebihi ambang batas yaitu 19 ppb, 29 ppb, dan 48 ppb.

Keberadaan Bromat dalam AMDK diatur dalam peraturan menteri perindustrian nomor 26 tahun 2019. Dalam beleidnya, uji Bromat untuk sementara waktu tidak dilakukan sampai terdapat laboratorium yang memiliki kemampuan pengujian yang terakreditasi dan ditunjuk.

Ketua Kelompok Riset Air Minum dan Sanitasi, Pusat Riset Limnologi dan Sumberdaya Air Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Ignasius D.A Sutapa menilai bahwa pemberian label kandungan di kemasan AMDK merupakan hal yang tak kalah penting.

"Kalau (produk) kemasan kan ada keharusan, dari BPOM mensyaratkan biasanya, apalagi yang dikonsumsi masyarakat pasti kandungan, paling tidak parameter-parameter utamanya," katanya.

Baca juga: Anggota Komite Akreditasi BSN pastikan galon polikarbonat aman dipakai

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024