Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mendesak Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu untuk mengevaluasi pemungutan suara awal atau early voting di luar negeri.
"Penyelenggaraan early voting di Malaysia, kawasan di mana DPT (daftar pemilih tetap) di luar negeri terbesar, jauh dari harapan. Maka kami mendesak kepada penyelenggara Pemilu untuk mengevaluasi sosialisasi, rekrutmen penyelenggara, serta mekanisme pengawasan dan pemantauan," kata Anis dalam pernyataan tertulisnya hari ini.
Menurut dia, KPU harus serius membenahi DPT sekaligus meningkatkan kualitas sosialisasi pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden mendatang.
Berdasarkan pemantauan Migrant Care di Malaysia dan Singapura, masih banyak Warga Negara Indonesia, khususnya buruh migran, belum mengetahui early voting.
"Banyak di antara mereka belum tahu mengenai early voting dan bahkan masih tetap menganggap bahwa Pileg berlangsung pada tanggal yang sama dengan penyelenggaraan pemungutan suara di Tanah Air, yakni 9 April," jelasnya.
Anis mengaku pihaknya memantau sejumlah tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN), khususnya di Kedutaan Besar RI (KBRI) Kuala Lumpur, KBRI Singapura, Wisma Duta Besar Kuala Lumpur dan Sekolah Indonesia Kuala Lumpur.
Untuk pelaksanaan pemungutan suara di Malaysia, Anis mengapresiasi inisiatif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di sana yang membuat buku panduan mengenai Pemilu 2014.
"Namun sayang buku itu dibagikan pada saat hari pemungutan suara. Padahal sebenarnya itu bisa menjadi alat sosialisasi yang komprehensif," katanya.
Menurut data Migrant Care, sebanyak 1.700 WNI dari 163.812 DPT di tiga TPSLN Malaysia hadir untuk menggunakan hak pilihnya pada Minggu, sedangkan di Singapura hanya 13.058 WNI dari 121.000 DPT yang mencoblos.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014