Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Republik Rwanda Sheikh Abdul Karim Harelimana menegaskan Forum Indonesia-Afrika (IAF) ke-2 sangat penting bagi Indonesia dan Rwanda, serta bagi negara-negara Afrika lain yang berpartisipasi karena memberi manfaat bagi kedua pihak.

"Diskusi dan pertukaran yang akan dilakukan dalam forum ini akan bermanfaat tidak hanya bagi Rwanda dan Indonesia, tetapi juga bagi negara-negara peserta, termasuk Afrika. Jadi secara singkat kami dapat mengatakan bahwa forum ini sangat penting," kata Dubes Harelimana dalam wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Kamis.

Ia mengingatkan bahwa Indonesia dan Rwanda termasuk di dalam negara-negara Global South atau negara-negara berkembang, dan kerja sama di antara Global South, menurutnya, sudah sangat dalam.

Oleh karena itu, ia menilai Forum Indonesia-Afrika ke-2 sangat penting karena akan memberikan banyak manfaat bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya.

Kemudian, hubungan Indonesia dan Rwanda sendiri juga, menurut dia, sudah berlangsung lama, jauh sebelum pembukaan kedutaan besar Rwanda di Jakarta.

Oleh karena itu, ia berharap IAF yang akan digelar pada awal September nanti dapat menjembatani dan melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada dalam hubungan bilateral kedua negara sejauh ini.

"Jadi, ini adalah harapan kami. Ini lah manfaat yang kami harap bisa kami peroleh dari forum ini," katanya.

Selain untuk mempersempit celah dalam hubungan kedua negara, Dubes Harelimana juga berharap forum tersebut dapat membantu mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi Indonesia dan negara-negara Afrika.

Tantangan-tantangan yang ia maksud antara lain adanya ketidakseimbangan dalam perdagangan dan pertukaran komoditas antara negara-negara berkembang dan negara-negara maju.

"Global North (negara-negara maju) mengambil bahan baku mentah dan dengan harga yang sangat murah. Ketika mereka mengolahnya di negara mereka, di pabrik-pabrik mereka, dan di industri-industri mereka, mereka membawanya kembali ke negara-negara berkembang dengan harga yang sangat tinggi dan sangat mahal," katanya.

Tantangan lainnya adalah degradasi lingkungan yang terus meningkat, terutama di negara-negara Barat, di mana perindustrian di negara-negara tersebut, menurut dia, menyebabkan kerusakan lingkungan sehingga menimbulkan dampak yang besar bagi seluruh dunia.

"Dan ketika kita membahasnya, ketika kita mencarikan solusi untuk itu, mereka melihatnya dari perspektif ekonomi mereka, dari sisi ekonomi yang tidak ingin mereka hilangkan (mengalami kerugian)," katanya menambahkan.

Harelimana berharap melalui Forum Indonesia-Afrika yang ke-2, Indonesia dan negara-negara Afrika dapat menemukan solusinya sendiri atas tantangan-tantangan yang dihadapi negara-negara berkembang.

"Jadi, jika negara-negara Belahan Bumi Selatan memahami bahwa masalah-masalah ini memerlukan perhatian mereka dan solusi dari dalam diri mereka sendiri, saya berharap dengan forum ini, kita akan mampu menghadapi dan mengatasi tantangan-tantangan ini," katanya.

Dengan mengambil tema "Bandung Spirit for Africa's Agenda 2063", Forum Indonesia-Afrika ke-2 diharapkan dapat menjadi fondasi dalam pembangunan kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara Afrika di masa mendatang.

Beberapa kerja sama yang akan diprioritaskan dalam forum tersebut antara lain kerja sama dalam transformasi ekonomi, energi, pertambangan, ketahanan pangan, kesehatan, dan pembangunan.

Hasil konkret yang diharapkan dapat dicapai antara lain perjanjian antara pemerintah atau G-to-G, kesepakatan bisnis G-to-B maupun B-to-B, dan Grand Design pembangunan Indonesia dengan Afrika, termasuk dengan negara-negara ketiga melalui triangular cooperation.

Baca juga: Indonesia angkat empat isu dalam IAF Ke-2, targetkan Rp54 triliun
Baca juga: Menlu RI undang Gambia ke Forum Indonesia-Afrika ke-2 di Bali


Pewarta: Katriana
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2024