Kenapa yang seperti itu tidak ditindak?"

Palu (ANTARA News) - Mohammad Besar Bantilan bersujud syukur di ruang sidang usai majelis hakim Pengadilan Negeri Donggala menyatakan dia dan kakaknya Yapto Suryo Saputro Bantilan tidak bersalah dalam kasus politik uang.

Dalam sidang pada 25 Maret 2014 itu, kakak beradik yang terjun ke dunia politik itu tidak terbukti memberikan uang sumbangan dalam rangka kampanye atau mempengaruhi masyarakat Desa Bolapapu, Kabupaten Sigi, agar memilih mereka pada pemungutan suara 9 April 2014.

Yapto Suryo Saputro Bantilan (29) adalah calon anggota DPD RI, sedangkan Mohammad Besar Bantilan (24) adalah calon anggota DPR RI dari Partai Demokrat. Keduanya berasal dari daerah pemilihan Provinsi Sulawesi Tengah.

Pada sidang sebelumnya, keduanya dituntut enam bulan penjara dengan masa percobaan selama satu tahun, karena diduga melanggar pasal 310 ayat (1) UU RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD juncto pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP.

Menurut majelis hakim yang dipimpin Agung Sulistiyono, kedua terdakwa saat memberikan uang sumbangan kepada sejumlah pengurus gereja dan masjid tidak menggunakan seragam partai politik dan tidak mengucapkan visi dan misi di Lapangan Bolapapu, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, pada 11 Februari 2014.

Pemberian uang itu dibuktikan dengan foto yang dimiliki oleh Panwaslu Kabupaten Sigi.

Sementara itu, sejumlah bendera Partai Demokrat yang ada di lapangan sudah terpasang sebelum kedua terdakwa yang juga anak Bupati Tolitoli Muhammad Saleh Bantilan itu datang ke lapangan.

Hakim juga menyebutkan kedua terdakwa memang mengaku masing-masing sebagai calon anggota DPD RI dan calon anggota DPR RI dan meminta warga untuk mendoakannya saat Pemilu 2014. "Dalam hubungan sesama manusia, saling mendoakan adalah hal lumrah," kata hakim.

Melihat kondisi itu, majelis hakim memutuskan kedua terdakwa tidak bersalah karena memberikan bantuan secara sukarela, dan barang bukti dikembalikan kepada yang berhak yakni delapan pengurus gereja dan dua pengurus masjid di Kecamatan Kulawi.

Majelis hakim juga memerintahkan agar jaksa merehabilitasi nama kedua tersangka.

Mengetahui vonis tak sesuai harapan, jaksa penuntut umum Sugiarto mengajukan banding ke pengadilan tinggi setempat.

Kasus yang dialami Bantilan bersaudara memasuki babak baru saat persidangan banding kasusnya dilaksanakan di Pengadilan Tinggi Palu di Kota Palu, Kamis (3/4).

Majelis hakim Pengadilan Tinggi Palu menerima banding jaksa dan memvonis kedua terdakwa masing-masing tiga bulan penjara dengan masa percobaan selama enam bulan.

Dalam amar putusannya, majelis hakim tinggi yang diketuai Sucipto itu mengabulkan permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Donggala sebelumnya.

Kedua terdakwa diyakini terbukti bersalah karena melanggar pasal 301 ayat (1) UU RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Majelis hakim menyebutkan vonis pidana penjara selama tiga bulan tersebut tidak perlu dijalankan kecuali pada kemudian hari para terdakwa dalam waktu selama enam bulan melakukan perbuatan yang dapat dipidana.

Kedua terdakwa juga dijatuhi denda masing-masing sebesar Rp4 juta subsidair masing-masing dua bulan kurungan.

Hakim juga menyatakan barang bukti berupa uang tunai Rp1,5 juta dirampas untuk negara.

Vonis tersebut juga telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Menanggapi putusan itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Tengah akan merekomendasikan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar mencoret Mohammad Besar Bantilan dan Yapto Suryo Saputro Bantilan dari daftar calon DPR RI dan Dewan Perwakilan Daerah RI.

Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah Ratna Dewi Pettalolo mengaku sudah menerima salinan putusan pengadilan tinggi atas vonis kasus tindak pidana pemilu itu.

Sesuai dengan pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Anggota DPR, DPD dan DPRD, putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dikenai kepada pelaksana kampanye pemilu yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi/kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU untuk mengambil tindakan berupa pembatalan nama calon anggota DPR, DPD dan DPRD dari daftar tetap atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD dan DPRD sebagai calon terpilih.

Menurut Ratna, hal itu sudah tegas. Kalaupun mereka nanti terpilih maka bisa dianulir.

Sebelumnya, Mohammad Besar Bantilan mengatakan ada kelompok tertentu yang menginginkan kiprah politisi muda di Provinsi Sulawesi Tengah seperti dirinya tidak sukses pada Pemilu 2014.

Dia juga mengeritik pengawas pemilu yang tidak adil saat melakukan kerjanya.

Dia mencontohkan, ada sejumlah peserta Pemilu yang bagi-bagi uang atau imbalan tertentu melalui jejaring sosial dengan harapan bisa mendapat banyak suara pada 9 April 2014. "Kenapa yang seperti itu tidak ditindak?" tanyanya. (R026/KWR)

Oleh Riski Maruto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014