"Desa, dalam konteks apapun di Sumbar, dijadikan community based development. Nagari di Sumbar akan terbantu pembangunan melalui anggaran untuk desa yang digulirkan dari APBN," kata Darizal Basir.
Ia menjelaskan dalam UU tersebut disebutkan definisi desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam penjelasan UU Desa, dipertegas pengakuan dan penghormatan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum adat yang hidup di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Seperti huta/nagori di Sumatera Utara, gampong di Aceh, nagari di Minangkabau, marga di Sumatera bagian selatan, tiuh atau pekon di Lampung, desa pakraman/desa adat di Bali, lembang di Toraja, banua dan wanua di Kalimantan, dan negeri di Maluku," ujarnya.
Ia mengatakan, beban antara satu nagari dengan nagari lainnya bisa jadi tidak sama, tergantung kepada mandat yang diberikan.
"Undang-Undang Desa juga membuka ruang asimetris dalam pembangunan daerah. Ini semua sudah dilihat dari berbagai aspek secara menyeluruh. Apapun sistem yang kita gunakan, tujuan akhirnya adalah kesejahteraan umum," katanya.
Ia menjelaskan, salah satu permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia ini adalah pemerataan pembangunan. Dengan adanya undang -undang desa ini adalah jawaban dari masalah bangsa tersebut.
"Pemerataan pembangunan merupakan keharusan yang mendesak bagi kebutuhan bangsa Indonesia yang mendambakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Pusat ekonomi dan produksi akan berpindah dengan diberlakukannya UU Desa ini," ungkapnya.
Pewarta: Derizon Yazid
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014