"Demokrasi kita dibelenggu oleh kartel politik. Inilah panggilan sejarah bagi kaum muda untuk bergerak,"
Samarinda (ANTARA) -
Para mahasiswa disertai akademisi dari berbagai universitas di Kalimantan Timur menggelar aksi unjuk rasa di depan Gerbang Universitas Mulawarman, Samarinda, Kamis sore, menolak revisi Undang-Undang Pilkada yang tengah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
 
Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap revisi UU Pilkada yang dinilai merugikan demokrasi dan memperkuat oligarki politik.
 
Akademisi hukum tata negara dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menyatakan bahwa gerakan mahasiswa ini didasari oleh keresahan kolektif atas kondisi bangsa saat ini.
 
"Demokrasi kita dibelenggu oleh kartel politik. Inilah panggilan sejarah bagi kaum muda untuk bergerak," ujarnya.
 
Herdiansyah menambahkan bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi.

"Mahasiswa adalah garda terdepan dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Mereka harus terus mengawal proses demokrasi agar tidak dibajak oleh kepentingan segelintir elit politik," tegasnya.
 
Aksi ini juga didukung oleh akademisi lain dari Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo.

Menurutnya, revisi UU Pilkada merupakan bentuk perlawanan terhadap oligarki politik yang semakin menguat.
 
"Kebijakan politik dan ekonomi seperti dua sisi mata uang. Ketika sendi demokrasi dirusak, maka sendi ekonomi juga akan ikut rusak. Demokrasi yang sehat adalah kunci untuk kebijakan publik yang berpihak pada rakyat," jelas Purwadi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unmul.
 
Purwadi juga menyoroti dampak negatif dari revisi UU Pilkada terhadap ekonomi daerah. Ketika demokrasi tidak berjalan baik dan hanya diisi oleh kapitalis dan oligarki, kebijakan lain juga bisa dibeli oleh mereka.
 
"Ini berbahaya untuk kebijakan publik ke depan, baik secara mikro maupun makro di daerah," tambahnya.
 
Koordinator aksi Mahasiswa Kaltim Bergerak Muhammad Yuga menyatakan bahwa aksi ini merupakan bagian dari upaya untuk menolak RUU Pilkada yang dianggap merugikan demokrasi.
 
Aksi demontrasi di depan gerbang Unmul, Samarinda, Kamis (22/8) sore, menolak revisi UU Pilkada yang dinilai merusak tatanan demokrasi elektoral. (ANTARA/Ahmad Rifandi)
 
"Hari ini adalah bagian dari penjelasan untuk kegiatan penolakan RUU Pilkada. Kami akan melanjutkan konsolidasi untuk aksi lanjutan," ungkap Yuga.
 
Aksi ini diikuti oleh berbagai elemen mahasiswa dari Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, serta himpunan-himpunan mahasiswa dari berbagai jurusan dari sejumlah kampus di Samarinda.
 
Mereka menyuarakan penolakan terhadap revisi UU Pilkada dan berbagai isu lainnya yang dinilai merugikan rakyat.
 
Selain menolak revisi UU Pilkada, mahasiswa juga menyampaikan enam tuntutan lainnya, yaitu stop komersialisasi pendidikan, tolak revisi UU TNI-Polri, wujudkan reforma agraria sejati, tolak revisi UU Penyiaran, sahkan RUU Masyarakat Adat, dan usut tuntas pelanggaran HAM berat.
 
Aksi ini berlangsung damai dan tertib, dengan pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Para peserta aksi menyatakan sikap agar DPR RI menghormati dan menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 
"Revisi UU Pilkada ini adalah bentuk pembangkangan konstitusi. Kami akan terus mengawal proses ini hingga DPR RI menghormati putusan MK," ujar Yuga.

Pewarta: Ahmad Rifandi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024