Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Zainal Maarif menolak penilaian bahwa rapat-rapat yang dilaksanakan DPR menjadi "killing field" (ladang pembantaian) bagi aparat pemerintah, sebaliknya DPR justru sering dilecehkan aparat pemerintah. "Tidak persis seperti itu. Memang ada pejabat pemerintah yang sampai `terkencing-kencing` tetapi tidak sampai seperti penilaian itu," katanya di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis. Istilah "killing field" disampaikan Gubernur Lemhanas Prof Dr Muladi dalam Rapat Peningkatan Kinerja DPR RI yang dipimpin Zainal Maarif. Menurut Muladi, pengawasan yang dilakukan DPR terhadap birokrasi banyak dikeluhkan karena menjurus kepada "pamer kekuatan" (power demonstration) dan dirasakan sebagai "killing field" (ladang pembantaian) bagi aparat birokrasi. "Aparat birokrasi banyak mengeluh karena sistem `checks and balances` yang dipratekkan DPR lebih menjurus kepada `power demonstration` dan `killing field`," kata Muladi Menurut Muladi, DPR sering memposisikan diri secara vertikal terhadap pemerintah, seperti pada rapat kerja dan rapat dengar pendapat (RDP). Seolah-oleh pemerintah dalam posisi terdakwa. Karena itu, muncul keluhan bahwa rapat-rapat di DPR menjadi "ladang pembantaian" Namun Zainal menolak istilah itu untuk menggambarkan sikap DPR dalam rapat dengan jajaran birokrasi. Rapat DPR dengan jajaran mitra kerjanya di pemerintahan seringkali "panas" karena ada rekomendasi-rekomendasi DPR yang tidak dijalankan aparat pemerintah. "Mereka (anggota DPR) melaporkan kepada kita soal tidak datang ketika diundang rapat, menyepelekan dan sebagainya. Itu juga ada seperti itu," katanya. Dia mengakui memang ada pertanyaan dari anggota DPR kepada mitra kerjanya yang tidak relevan dan mempermalukan. "Ada yang seperti itu. Padahal sebetulnya tidak diperbolehkan seperti itu sehingga muncul kesan `killing field` seperti itu," katanya. Namun pernyataan atau pertanyaan seperti itu bukan dimaksudkan sebagai `killing field`. Hanya saja, penyampaian pertanyaan dan pernyataan seringkali tergantung kultur masing-masing anggota.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006