Jakarta (ANTARA News) - Ir Ishak, mantan konsultan bisnis Adrian Waworuntu (terpidana seumur hidup kasus L/C fiktif PT Gramarindo Group pada BNI Cabang Kebayoran Baru), dijatuhi pidana empat tahun sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum karena dinilai terbukti menerima hasil korupsi pembobolan BNI senilai Rp5 miliar. "Menyatakan terdakwa Ir Ishak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 jo pasal 64 KUHPidana," kata Ketua Majelis Hakim Efran Basuning di PN Jakarta Selatan, Kamis. Selain menjatuhkan pidana empat tahun penjara, Majelis Hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar denda senilai Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti Rp3,6 miliar yang harus dilunasi satu bulan begitu putusan berkekuatan tetap dengan jaminan harta. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai seluruh unsur-unsur pasal dakwaan pertama itu telah terpenuhi dalam pembuktian melalui fakta persidangan dan keterangan para saksi, saksi ahli dan terdakwa Ishak. Ishak yang merupakan Direktur PT Citra Muda Raksa dan PT Citra Muda Bersama itu sebelumnya bertindak sebagai konsultan bisnis Adrian saat kliennya itu disidik di Mabes Polri pada Oktober 2003 terkait dugaan pembobolan BNI Kebayoran Baru dengan modus L/C fiktif PT Gramarindo Group. Awalnya Ishak mengajukan pinjaman uang sejumlah Rp5 miliar pada Adrian, namun karena dana itu tidak tersedia Ishak beralih pada Jeffrey Baso, Dirut PT Triranu Caraka Pasifik (salah satu afiliasi Gramarindo Group) dan berhasil mendapat pinjaman, namun belakangan pengeluaran dari uang itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Uang tersebut, sebagian di antaranya digunakan untuk keperluan pribadi dan membeli mobil Nissan X-Trail untuk (waktu itu) Kabareskim Polri Komjen Suyitno Landung. Dalam persidangan terungkap bahwa dari jumlah tersebut sebanyak Rp1,4 miliar telah dikembalikan sedangkan sisanya Rp3,6 miliar tidak dapat dipertanggungjawabkan. "Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan terdakwa adalah bagian dari kejahatan L/C fiktif Adrian Waworuntu dan karenanya terdakwa tidak dapat lepas dari tanggungjawab, oleh karena itu pledoi yang diajukan terdakwa dan kuasa hukumnya harus ditolak," kata Hakim Efran. Menurut Majelis Hakim, tidak ada alasan pembenar dan pemaaf atas perbuatan terdakwa sehingga terhadap Ishak harus dijatuhkan pidana yang adil namun ditegaskan juga bahwa penjatuhan pidana bukan merupakan balas dendam atau penjeraan namun merupakan pembinaan mental bagi terpidana. Penjatuhan pidana dilakukan Majelis Hakim yang menilai perbuatan terdakwa menyuramkan wajah perekonomian Indonesia dan keuangan negara.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006