Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menegaskan aturan tentang kontrasepsi dan pendistribusiannya sudah sesuai dengan norma agama.
"Pendistribusian alat kontrasepsi ke puskesmas dan bidan praktik mandiri terkontrol dengan baik hingga hari ini. Sejak Undang-Undang (UU) Nomor 52 tahun 2009 ditetapkan, metode kontrasepsi sesuai dengan pilihan pasangan suami-istri dengan mempertimbangkan usia, paritas (keadaan kelahiran), jumlah anak, kondisi kesehatan, dan norma agama," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.
Ia menyampaikan hal tersebut saat menerima kunjungan perwakilan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) di Kantor Pusat BKKBN pada Selasa (20/8) sekaligus merespons keresahan masyarakat terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024.
"Dalam PP tersebut, Pasal 98 harus dibaca karena memuat upaya kesehatan reproduksi dilaksanakan dengan menghormati nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama. Jadi, tidak boleh bertentangan dengan itu, sehingga pasal-pasal yang ada di bawahnya tidak boleh lepas dari yang ada di Pasal 98 itu," ujar dia.
Hasto juga menyinggung Pasal 103 terkait pengadaan alat kontrasepsi. Ia menegaskan, sesuai UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, disebutkan bahwa pemenuhan alat kontrasepsi hanya untuk pasangan usia subur yang sah sebagai suami istri.
Menurutnya, penggunaan alat dan obat kontrasepsi bagi pasangan usia subur sudah diatur dengan jelas. Selain UU 52 tersebut, juga telah diatur dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta Peraturan BKKBN Nomor 1 tahun 2023.
Dalam peraturan-peraturan tersebut sudah jelas bahwa pemenuhan kebutuhan alat dan obat kontrasepsi untuk pasangan usia subur dalam KB adalah bagi pasangan suami istri.
"Kita tidak pernah membuat program itu bukan untuk suami istri, di BKKBN tidak pernah karena sudah dikunci dengan norma agama sejak tahun 2009. Maka itu menjadi inti bagi suami-istri di UU 52 tahun 2009 yang wajib kita pedomani," paparnya.
Hasto juga mengemukakan pelayanan kesehatan reproduksi yang disebutkan di Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, di mana pelayanan kesehatan reproduksi dilakukan dengan tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ia menyoroti saat ini ada pasangan usia subur yang masih di usia sekolah tetapi telanjur menikah di usia terlalu muda, sehingga perlu mendapatkan layanan KB.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini dari 1.000 perempuan usia 15-19 tahun, terdapat 26 anak perempuan yang sudah hamil dan melahirkan.
"Kalau jumlah mereka 100.000, berarti ada 2.600 anak perempuan hamil dan melahirkan, kalau satu juta, sudah 26 ribu jumlahnya. Jika mereka tidak kita layani KB-nya, bagaimana? BKKBN saya kira sudah sejak awal sesuai di jalurnya ya, kita lakukan seperti itu," tuturnya.
Baca juga: KPAI minta hapus Pasal 103 Ayat 4 PP Kesehatan, terkait kontrasepsi
Baca juga: BKKBN minta daerah prioritaskan pengadaan kontrasepsi jangka panjang
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024