Dhaka (ANTARA) - Pemerintah transisi Bangladesh memutuskan untuk mencabut semua paspor diplomatik, termasuk paspor yang digunakan mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina untuk berlindung di negara tetangga India setelah terjadinya revolusi yang dipimpin mahasiswa.

Kementerian Dalam Negeri Bangladesh mengonfirmasi pada Rabu (21/8) bahwa paspor diplomatik atau paspor merah yang dialokasikan untuk pejabat pemerintah, menteri, dan anggota parlemen akan dicabut.

Keputusan tersebut diambil karena Hasina yang sekarang berada di India telah menciptakan hubungan tidak nyaman antara dua negara tetangga di Asia Selatan itu.

“Kami telah mengarahkan ke Departemen Imigrasi dan Paspor. Perintah resmi akan segera dikeluarkan,” kata Sekretaris Senior Divisi Layanan Keamanan Kementerian Dalam Negeri, Md Mashiur Rahman kepada surat kabar nasional Prothom Alo.

Pencabutan paspor merah, lanjutnya, dikarenakan parlemen telah dihapuskan dan menteri serta anggota parlemen tidak lagi menduduki jabatan sehingga. Setelah paspor dicabut, menteri dan anggota parlemen harus mengembalikannya dan mengajukan permohonan paspor biasa.

Rahman menjelaskan, jika salah satu dari mereka memiliki kasus pidana atau telah ditangkap, mereka harus melalui proses hukum untuk mendapatkan paspor biasa.

Pemerintah tidak dapat memberikan jumlah pemegang paspor pemegang paspor merah di negara tersebut. Menurut Kementerian Dalam Negeri, hanya mereka yang masa jabatannya di pemerintah telah berakhir yang paspornya akan dicabut.

Paspor milik Perdana Menteri Hasina yang mengundurkan diri dan melarikan diri ke India pada 5 Agustus juga akan dicabut.

Meskipun pemerintah India belum secara resmi menyatakan apa pun mengenai status Hasina di sana, berdasarkan nota kesepahaman antara Bangladesh dan India, pemegang paspor diplomatik dan resmi kedua negara dapat tinggal selama jangka waktu 45 hari tanpa visa.

Penasihat Urusan Luar Negeri Touhid Hossain mengatakan kepada wartawan di Dhaka minggu lalu bahwa pemerintahnya akan memutuskan apakah akan meminta India mengekstradisi Hasina, karena begitu banyak kasus telah diajukan terhadapnya, termasuk pembunuhan dan genosida.

Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Muhammad Yunus, 84, mulai menjabat pada 8 Agustus untuk memimpin pemerintahan transisi setelah Hasina melarikan diri ke India setelah mendapat tekanan dari protes antipemerintah selama berminggu-minggu.

Protes yang dipimpin mahasiswa mengakibatkan hampir 650 kematian, menurut laporan PBB.

Sumber: Anadolu

Baca juga: PM Yunus : Bangladesh gelar pemilu setelah reformasi lembaga negara
Baca juga: Bangladesh membatalkan semua ujian SMA atau yang setara pada 2024
Baca juga: Banjir memburuk di Bangladesh tenggara memutus akses 1,5 juta warga

Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024