Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya mengharapkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendengar aspirasi rakyat soal Rancangan Undang-Undang Pilkada (RUU Pilkada).

"Ya saya kira pendemo ini jelas. Pendemo ini kan aspirasi rakyat ya yang saya kira harus didengar oleh lembaga-lembaga politik seperti DPR," ucap Gus Yahya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.

Diketahui, aksi protes saat ini tengah berlangsung di depan gerbang Utama Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Kamis. Aksi protes itu terkait dengan rencana DPR RI menggelar rapat paripurna yang akan menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang Pilkada menjadi undang-undang.

Lebih lanjut, Gus Yahya menilai aksi unjuk rasa sah-sah saja dilakukan karena bagian dari demokrasi, di mana rakyat punya aspirasi yang disampaikan kepada wakil rakyat.

"Ini mekanisme yang menurut saya sehat. Ya mekanisme yang sehat bagaimana civil society punya aspirasi untuk diartikulasikan kepada lembaga-lembaga politik termasuk dalam hal ini DPR dan kemudian DPR mengagregasi artikulasi aspirasi tersebut. Ini sehat saya kira," ujar Gus Yahya.

Untuk itu, kata dia, PBNU mendukung semua pandangan yang pada dasarnya membela kepentingan-kepentingan rakyat banyak dan juga mengarah kepada perbaikan sistem demokrasi di tanah air.

"Mudah-mudahan ke depan ini bisa diwujudkan melalui kerja sama komunikasi yang harmonis, check and balances yang objektif di antara cabang-cabang kekuasaan negara ini," kata Gus Yahya.

Sebelumnya, pada Rabu (21/8), Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah menyetujui untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.

Persetujuan itu disepakati dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Terdapat dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada hari ini.

Pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.

Pasal 7 ayat (2) huruf e, disepakati berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.

Kedua, perubahan Pasal 40 dengan mengakomodasi sebagian putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan pilkada dengan memberlakukannya hanya bagi partai non parlemen atau tidak memiliki kursi di DPRD.

Partai yang memiliki kursi di DPRD tetap mengikuti aturan lama, yakni minimal 20 persen perolehan kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah.
Baca juga: PBNU: rapat RUU Pilkada bagian mekanisme "check and balances"
Baca juga: Penundaan Rapat Paripurna RUU Pilkada untuk redam amarah masyarakat
Baca juga: Sejumlah komika ikut ramaikan unjuk rasa di depan gedung DPR

Pewarta: Benardy Ferdiansyah, Mentari Dwi Gayati
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024